Senin, 22 September 2014

Aspek Hukum dalam Bisnis : Bentuk Badan Usaha dan Izin Usaha


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Berkat limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas kelompok membuat makalah Aspek Hukum Dalam Bisnis. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Yuyun selaku dosen pembimbing, yang telah membantu kami dalam penyusunan tugas kelompok kami ini.
Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan agar para pembaca dapat memahami tentang konsep dari “Bentuk Badan Usaha dan Izin Usaha”. Dalam penyusunan tugas makalah ini penulis telah menghadapi berbagai hambatan, baik itu yang datang dari diri penulis sendiri, maupun dari luar. Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.
 Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharap kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang mendukung, agar kami bisa memperbaiki kesalahan kami.









Jombang, 19 April 2013


                                                                                                  Penulis



Daftar Isi



Halaman Judul..................................................................................................................................i
Kata Pengantar.................................................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2  Rumusan masalah..........................................................................................................3
1.3  Tujuan penulisan............................................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Badan Hukum................................................................................................................4
      2.1.1 Pendirian PT..........................................................................................................4
      2.1.2 Direksi dan Komisaris...........................................................................................5
2.2 Bukan Badan Hukum.....................................................................................................8
      2.2.1 Firma dan CV........................................................................................................8
      2.2.2 Macam-macam CV...............................................................................................9
2.3 Koperasi.......................................................................................................................11
      2.3.1 Fungsi, Prinsip, dan Bentuk Koperasi.................................................................12
      2.3.2 Keanggotaan dan Perangkat Organisasi..............................................................13
      2.3.3 Modal, SHU, dan Pembubaran Koperasi............................................................15
2.4 Yayasan........................................................................................................................16
2.5 Perizinan Dunia Bisnis.................................................................................................18
      2.5.1 Masalah Pengaturan Perizinan............................................................................18
      2.5.2 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)................................................................20
      2.5.3 Perizinan Lembaga Pembiayaan.........................................................................21
      2.5.4 Perizinan di Bidang Industri...............................................................................22
      2.5.6 Perizinan Menurut Undang-Undang Gangguan (UUG).....................................24
BAB III : PENUTUP
3.1 Simpulan......................................................................................................................27
Daftar Pustaka................................................................................................................................28
Lampiran........................................................................................................................................29
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berbicara masalah bisnis sering kali diekspresikan sebagai suatu urusan atau kegiatan dagang. Kata “bisnis” itu sendiri diambil dari bahasa inggris Business yang berarti kegiatan usaha. Secara luas, kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Kegiatan bisnis dapat dikelompokkan atas 5 bidang usaha, yaitu sebagai berikut :
a.       Bidang Industri. Misalnya pabrik radio, tv, motor, dll.
b.      Bidang Perdagangan. Misalnya agen, makelar, toko, dll.
c.       Bidang Jasa. Misalnya konsultan, penilai, akuntan, dll.
d.      Bidang Agraris. Misalnya pertanian, peternakan, perkebunan,dll.
e.       Bidang Ekstraktif. Misalnya pertambangan, penggalian, dll.
Dalam kegiatan bisnis, ada pula yang membedakannya dalam 3 bidang usaha, yaitu sebagai berikut :
a.       Bisnis dalam arti kegiatan perdagangan (Commerce), yaitu keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan, baik di dalam maupun di luar negeri untuk memperoleh keuntungan.
Contoh: Produsen, dealer, agen, toko, dll.
b.      Bisnis dalam arti kegiatan industri (Industry), yaitu kegiatan memproduksi atau menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih berguna dari asalnya.
Contoh: Industri perhutanan, perkebunan, pertambangan, dll.
c.       Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (Service), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik orang maupun badan.
Contoh: Jasa perhotelan, konsultan, asuransi, pariwisata, dll.

Peranan perizinan dalam era pembangunan yang terus-menerus berlangsung ternyata amatlah penting untuk terus ditingkatkan, apalagi dalam era globalisasi dan industrialisasi. Perizinan memegang peranan yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan dan pertumbuhan dunia bisnis bisa dikatakan merupakan dua sisi mata uang yang saling berkaitan. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya izin yang jelas menurut hukum, dan izin berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Dengan perkataan lain, dunia bisnis akan berkembang bila izin yang diberikan mempunyai satu kekuatan yang pasti, sehingga perizinan dan dunia usaha dapat bekerja dalam kondisi yang nyaman.
Dalam proses industrialisasi sekarang ini, minimal ada 5 peran yang menjadi prioritas agar dunia bisnis dapat berkembang dengan cepat dan mantap, yakni Pertama, untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi; Kedua, meningkatkan lapangan kerja dan nilai tambah; Ketiga, meningkatkan ekspor; Keempat, menghemat devisa; Kelima, mendorong penggunaan teknologi.
Dengan adanya izin, seseorang atau badan hukum dapat mempunyai serangkaian hak dan kewajiban yang membuatnya dapat menikmati dan mengambil manfaat untuk kegiatan usahanya. Namun demikian pemerintah dapat pula mengambil langkah pertimbangan keterbatasan dan jasa kestabilan untuk memelihara persaingan usaha yang sehat dengan membatasi pemberian izin usaha.





























1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud badan hukum dan apa saja yang termasuk bisnis badan hukum?
2.      Apa yang dimaksud bukan badan hukum dan apa saja yang termasuk bisnis bukan badan hukum?
3.      Apa yang menjadi masalah pengaturan perizinan?
4.      Jelaskan macam-macam izin usaha?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Menguraikan pengertian badan hukum dan jenis-jenis bisnis badan hukum.
2.      Menguraikan pengertian bukan badan hukum dan jenis-jenis bisnis bukan badan hukum.
3.      Mengidentifikasikan masalah pengaturan perizinan.
4.      Mengidentifikasikan macam izin usaha.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Badan Hukum
Bisnis yang dilakukan lazimnya bisa dilakukan oleh perseorangan dan bisa juga dengan suatu perkumpulan dalam arti perkumpulan yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum.
Perkumpulan disini mempunyai arti luas dan mempunyai 4 unsur, yaitu:
Ø  Adanya unsur kepentingan bersama,
Ø  Adanya unsur kehendak bersama,
Ø  Adanya unsur tujuan, dan
Ø  Adanya unsur kerjasama yang jelas.
Dari sekian banyak perkumpulan yang terjadi dalam dunia bisnis, dan merupakan badan hukum yang paling populer sekarang ini adalah bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan dengan jelas definisi dari Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

2.1.1  Pendirian PT
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah diatur dengan jelas bahwa suatu perseroan hendaknya didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan suatu akta notaris yang dibuat dalam bahasa indonesia. Dalam akta pendirian PT sekurang-kurangnya harus memuat antara lain:
a)      Nama lengkap, tempat tinggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri;
b)      Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat; dan
c)      Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
Selain itu ada 2 hal yang tidak boleh dimuat dalam akta pendirian PT, yaitu:
a)      Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b)      Ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Untuk memperoleh pengesahan atas suatu PT, tentunya para pendiri bersama-sama atau melalui kuasanya, mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan akta pendirian perseroan kepada Menteri Kehakiman. Sedangkan pengesahan dapat diberikan dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak permohonan yang diajukan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan.
Apabila ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri sebeluym perseroan disahkan, maka menurut pasal 11 UU No. 1 Tahun 1995, perbuatan hukum tersebut akan mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum dengan 3 persyaratan, yaitu:
1.      Perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak ketiga.
2.      Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan.
3.      Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan.
Daftar perseroan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pendaftaraan ini wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan. Perseroan yang telah didaftarkan tentunya akan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

2.1.2  Direksi dan Komisaris
Kekuasaan tertinggi dari suatu PT adalah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dalam RUPS ditetapkan siapa-siapa yang menjadi direksi, kecuali direksi yang pertama, yang telah ditetapkan dalam akta. Menurut Pasal 80 UU No. 1 Tahun 1995, direksi tidak boleh ditetapkan untuk waktu selama-lamanya. Hal ini dimaksudkan apabila ternyata direksi yang telah ditetapkan kurang cakap, sehingga dalam pengurusan perusahaan mengalami kerugian, RUPS dapat menggantinya dengan direksi lain. Tanggung jawab direksi sangat luas, karena direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Menurut Pasal 84 UU Perseroan Terbatas, ada 2 hal dimana anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan, yaitu dalam hal:
a)      Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; dan
b)      Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
Selain itu ada 4 kewajiban direksi yang telah ditentukan undang-undang, yaitu sebagai berikut:
Ø  Wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, Risalah RUPS, dan risalah rapat direksi.
Ø  Wajib menyelenggarakan pembukuan perseroan.
Ø  Wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya.
Ø  Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan uang seluruh atau sebagian besar kekayaan.
Dalam anggaran dasar perseroan biasanya juga dapat diadakan pembatasan-pembatasan terhadap pelaksanaan tugas direksi. Artinya dalam anggaran dasar ditentukan bahwa bila direksi mengadakan transaksi-transaksi tertentu, mengajukan suatu perkara di muka pengadilan dan lain-lain, maka direksi harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham.
Dalam anggaran dasar pada umumnya perseroan menetapkan adanya beberapa kewajiban sebagai berikut:
ü  Menyusun anggaran perseroan untuk tahun yang akan datang, yang harus diselesaikan selambat-lambatnya 3 bulan sebelum tahun buku baru mulai berlaku. Anggaran dasar perseroan ini sudah harus direncanakan dan diajukan dalam rapat umum para pemegang saham perseroan.
ü  Menyusun laporan berkala mengenai pelaksanaan tugas direksi perseroan yang harus dikirim kepada dewan komisaris, baik dalam hal mengurus dan menguasai perusahaan, maupun membuat neraca dan perhitungan laba rugi seperti disebutkan dalam Pasal 6 Ayat 2 KUHD.
ü  Membuat inventarisasi atas semua harta kekayaan perseroan serta pelaksanaan pengawasannya, dan
ü  Mengadakan rapat umum para pemegang saham sekali setahun atau pada saat-saat yang sangat mendesak.
Selain direksi, alat perlengkapan lain dari perseroan yang penting adalah komisaris. Masalah komisaris dalam suatu perseroan adalah juga masalah yang menarik, karena dalam UU juga telah disebutkan adanya organ perseroan yaitu komisaris.
Secara umum, tugas komisaris adalah mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Selain itu komisaris juga berkewajiban melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau saham keluarganya. Komisaris pun berdasarkan anggaran dasar perseroan atau keputusan RUPS, dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu, dalam hal direksi tidak ada. Bagi komisaris yang dalam kedaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan perseroan, maka semua ketentuan mengenai hak dan wewenang serta kewajiban direksi akan berlaku terhadapnya.
Secara tegas Pasal 97 UU No. 1 Tahun 1995 menyebutkan, bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi.
Bila dilihat dari hukumnya, status/kedudukan komisaris itu ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Komisaris yang diangkat tanpa upah dan bukan merupakan pemegang saham, maka status hukumnya adalah sebagai pemegang kuasa perusahaan atau RUPS.
2.      Komisaris yang diangkat dengan upah, dan bukan merupakan pemegang saham, maka status hukumnya adalah buruh pemegang saham.
3.      Komisaris yang diangkat dengan diberi upah, maka status hukumnya adalah buruh pemegang kuasa dan anggota RUPS.
Ada 3 unsur yang merupakan satu kesatuan bagi suatu perseroan hingga dikategorikan sebagai suatu badan hukum. Unsur-unsur tersebut adalah:
1.      Adanya kekayaan perusahaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing persero. Hal ini mempunyai tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai suatu jaminan bagi semua perjanjian yang akan dibuat oleh PT, seperti dijelaskan juga dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.
2.      Adanya persero atau pemegang saham yang bertanggung jawab terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), para pemegang saham inilah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam PT yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris; menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan; menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar; dll.
3.      Adanya pengurus (direksi dan komisaris) yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan serta bertanggung jawab terbatas pada tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan/atau Keputusan RUPS.
2.2  Bukan Badan Hukum

2.2.1 Firma dan CV
Dalam literatur hukum, kita ketahui ada 3 macam perkumpulan yang tidak termasuk kategori sebagai badan hukum, yaitu persekutuan perdata, perusahaan firma (Fa), dan perusahaan komanditer (CV). Perbedaan yang sangat mencolok antara bentuk usaha yang berbentuk badan hukum dan bukan badan hukum, tampak sekali dari prosedur pendirian badan usaha tersebut. Bila seseorang akan mendirikan perusahaan yang bukan badan hukum, maka syarat adanya pengesahan akta pendirian oleh pemerintah tidak diperlukan. Untuk mendirikan sebuah perusahaan dengan bentuk firma atau CV, walaupun didirikan dengan sebuah akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, tetap tidak diperlukan adanya pengesahan dari Departemen Kehakiman.
Untuk mendirikan Persekutuan Perdata, menurut Pasal 1618 KUHPerdata, harus didirikan atas dasar perjanjian yang bersifat konsensual, yakni cukup dengan adanya persetujuan kehendak atau kesepakatan. Selain itu harus memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata, harus pula memenuhi syarat-syarat seperti:
a)      Tidak dilarang oleh hukum;
b)      Tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban hukum; dan
c)      Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu keuntungan.
Dalam Pasal 16 KUHD disebutkan bahwa yang dinamakan persekutuan firma ialah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Jadi persekutuan firma adalah persekutuan perdata khusus. Mengapa dikatakan khusus, oleh karena ada 3 unsur mutlak yang dipakai sebagai tambahan pada persekutuan perdata, yaitu:
a)      Unsur menjalankan perusahaan;
b)      Unsur nama bersama atau firma; dan
c)      Unsur pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan.
Oleh karena belum ada UU yang mengatur masalah firma, CV, dan Persekutuan Perdata, maka kita kembali kepada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai masalah tersebut.
Menurut Pasal 22 KUHD diharuskan adanya akta otentik (akta notaris), didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum dimana firma berdomisili, dan harus diumumkan dalam Berita Negara RI. Maksud pendaftaran dan pengumuman akta pendirian ialah agar pihak ketiga yang mengadakan hubungan dengan firma dapat mengetahui secara benar dengan siapa harus bekerja sama.
Sesuai dengan bentuk usahanya, ada 2 kesulitan peran tanggung jawab anggota firma, yaitu:
1.      Setiap anggota firma selalu mempertaruhkan seluruh harta kekayaan pribadinya. Untuk itu ia dapat kehilangan seluruh harta bendanya sendiri, termasuk juga oleh tindakan sesama anggotanya terhadap siapa ia juga bertanggung jawab;
2.      Kelangsungan hidup firma yang tidak terjamin, misalnya ada salah seorang peserta keluar atau meninggal. Hal ini disebabkan oleh karena keanggotaan firma bersifat persoonlijk. Hal mana menyebabkan keanggotaan seorang peserta tidak dapat dialihkan/dioperkan kepada pihak lain.
Menurut Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa perusahaan komanditer (CV) adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu atau beberapa orang pesero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain.
Pengaturan lain masalah CV ada pada Pasal 20 dan Pasal 21 KUHD. Pada dasarnya CV juga merupakan firma dengan bentuk khusus, dimana kekhususannya terletak pada adanya sekutu komanditer yang pada firma tidak ada. Pada firma hanya ada sekutu kerja atau firmant, sedangakan pada CV,  kecuali ada sekutu kerja juga ada sekutu komanditer atau sekutu diam (sleeping partner).
Dasar pikiran pembentukan CV adalah seorang atau lebih mempercayakan uang atau barang untuk digunakan di dalam perusahaan kepada orang lain yang akan menjalankan perusahaan. Para pesero yang berada di belakang layar ini disebut sekutu tak kerja atau sekutu pasif atau commanditaris. Sedangkan yang mengurus disebut sekutu kerja atau sekutu komplementer. Dalam CV, hanya pesero-pesero pengurus saja yang menjalankan perusahaan, bertindak keluar dan terikat dengan pihak ketiga. Sebaliknya pesero commanditaris hanya mempunyai kedudukan sebagai orang yang mempercayakan modal dan tidak berhubungan dengan pihak ketiga.
Apabila CV mempunyai banyak hutang sehingga jatuh pailit, dan apabila harta CV tidak mencukupi untuk untuk pelunasan utang-utangnya, maka harta benda pribadi pesero pengurus dapat dipertanggungjawabkan untuk melunasi utang perusahaan. Sebaliknya harta benda para pesero commanditaris tidak dapat diganggu-gugat. Adakalanya peran sleeping partners dalam CV merupakan keuntungan, oleh karena memberikan satu kemungkinan untuk mengumpulkan lebih banyak modal daripada sistem pada persekutuan firma.
2.2.2    Macam-Macam CV
Ada 3 macam CV, yaitu:
1.      CV dengan diam-diam;
2.      CV dengan terang-terangan; dan
3.      CV dengan saham-saham.
CV dengan diam-diam adalah CV yang belum menyatakan dirinya dengan terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai CV. Bila CV bertindak keluar, masih menyatakan diri sebagai firma, tetapi ke dalam sudah menjadi CV. Karena salah seorang atau beberapa orang sekutu sudah menjadi sekutu komanditer. Menurut Pasal19 Ayat 2 KUHD, CV pada saat yang sama dapat merupakan firma bagi sekutu kerja, juga dapat merupakan CV bagi sekutu kerja dengan sekutu komanditer.
CV terang-terangan adalah CV yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya sebagai CV pada pihak ketiga. Hal ini misalnya dapat dilihat pada papan nama atau pada kepala surat yang keluar dengan menggunakan nama “CV X”. Jadi istilah terang-terangan tertuju pada pernyataan diri sebagai CV pada pihak ketiga.
Untuk CV dengan saham, sebenarnya CV terang-terangan yang modalnya terdiri dari saham-saham. CV dengan saham ini tidak diatur dalam KUHD. Namun pada hakikatnya CV ini sama dengan CV biasa (terang-terangan). Perbedaannya hanya terletak pada pembentuk modalnya saja yaitu dengan cara mengeluarkan saham-saham. CV dengan saham ini sebenarnya hampir sama dengan perseroan terbatas.
Kedua bentuk badan usaha ini (CV dan PT) mempunyai perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
Persamaannya:
1.      Modalnya sama-sama terdiri dari saham-saham, meskipun bagi persekutuan komanditer dengan saham berbentuk saham atas nama; sedangkan pada PT dapat berbentuk atas nama atau atas pembawa;
2.      Pengawasan, dimana pada CV dengan saham dapat ditetapkan salah seorang dari sekutu komanditer sebagai komisaris, yang bertugas untuk mengawasi pekerjaan sekutu kerja atau sekutu komplementer. Meskipun sebagai pengawas, tetapi sebagai sekutu komanditer tetap tidak diperbolehkan mencampuri urusan pengurusan, meskipun dalam perjanjian pendirian persekutuan ditetapkan bahwa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu, sekutu kerja harus minta persetujuan lebih dahulu kepada sekutu komanditer/pengawas tersebut.
Perbedaannya:
1.      Pada PT tidak ada sekutu kerja, yang bertanggung jawab penuh secara pribadi untuk keseluruhan. Pertanggung jawaban seperti itu dalam PT ada pada direksi (pengurus) yang telah melakukan perbuatan hukum sebelum pendaftaran dan pengumuman PT yang bersangkutan seperti dimaksud dalam Pasal 39 KUHD;
2.      Direksi pada PT tidak boleh diangkat untuk waktu selama-lamanya, sedangkan sekutu kerja pada CV dengan saham dapat diangkat untuk selamanya.

2.3  Koperasi
Koperasi adalah suatu kerja sama antara orang-orang yang tidak bermodal untuk mencapai suatu tujuan kemakmuran secara bersama, bukan untuk mencari keuntungan, sebab wadah untuk mencapai keuntungan sudah ada yaitu firma, CV, dan PT.
Pengertian koperasi dijelaskan dalam UU Perkoperasian, yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan perekonomian rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Perbedaan antara koperasi dan bentuk usaha lainnya, dapat kita lihat dari unsur-unsur yang ada pada koperasi dan bentuk usaha lainnya (Firma, CV, dan PT), yaitu sebagai berikut:
1.      Unsur para pihak
Pada koperasi, para pihak adalah orang-orang yang tidak bermodal. Jadi untuk mendapatkan suatu jumlah modal yang besar, haruslah para pihak banyak jumlahnya. Sedangkan pada bentuk usaha lain, para pihak tidak perlu banyak jumlahnya, bisa dua atau tiga orang saja sudah cukup, yang masing-masing memiliki modal yang cukup.
2.      Unsur tujuan
Pada koperasi, tujuannya adalah untuk kemakmuran bersama, yakni pada kebutuhan kebendaan bagi masing-masing anggota. Sedangkan pada bentuk usaha lainnya, tujuannya adalah keuntungan bagi sekutu-sekutunya.
3.      Unsur modal
Pada koperasi masalah modal dipupuk atau dikumpulkan dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman, penyisihan-penyisihan dari hasil usaha, termasuk dana cadangan, dan hibah serta sumber lain yang sah, seperti dimaksud dalam Pasal 41 UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sedangkan pada bentuk usaha lainnya, terdiri atas pemasukan-pemasukan dari para sekutu yang dilakukan sekali saja dengan jumlah yang besar seperti dimaksud Pasal 16 KUHD.
4.      Pembagian sisa hasil usaha
Pada koperasi, pembagian sisa hasil usaha akan dinagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan masing-masing anggota dikurangi dengan dana cadangan. Sedangkan pada bentuk lain, keuntungannya akan dibagikan sebanding jumlah pemasukannya.
Saat ini, masalah perkoperasian diatur dalam UU No. 25 tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 sebagai pengganti dari UU No. 12 Tahun 1967. Berbeda dengan UU No. 12 Tahun 1967, landasan koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992, yaitu hanya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, serta berasaskan kekeluargaan. Sedangkan tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masayarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

2.3.1    Fungsi, Prinsip, dan Bentuk Koperasi
Menurut UU Koperasi, fungsi dan peran koperasi adalah:
a)      Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosialnya.
b)      Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c)      Memperoleh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
d)     Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Berdasarkan Pasal 5 UU Perkoperasian, pada dasarnya ada 6 prinsip koperasi yang merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari badan usaha lain. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1)      Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Kesukarelaan ini mengandung makna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapa pun.juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan koperasi tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apa pun.
2)      Pengelolaannya dilakukan secara demokratis. Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
3)      Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Artinya pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan dari nilai kekeluargaan dan keadilan.
4)      Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. Artinya modal dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan semata-mata tidak didasarkan atas besarnya modal yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.
5)      Kemandirian. Kemandirian di sini mengandung arti dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Selain itu terkandung pula pengertian pada arti kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri, dan adanya kehendak untuk mengelola diri sendiri.
6)      Pendidikan perkoperasian dan kerja sama antarkoperasi. Prinsip ini merupakan prinsip untuk mengembangkan diri koperasi itu sendiri, melalui penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerja sama antarkoperasi dalam meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan koperasi.
Ketentuan Pasal 9 s.d. Pasal 14, di mana setelah akta pendirian koperasi disyahkan oleh pemerintah, maka koperasi akan memperoleh status sebagai badan hukum. Untuk mendapatkan pengesahannya, para pendiri tentu mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian koperasi. Adapun dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain: koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa.
2.3.2    Keanggotaan dan Perangkat Organisasi
Yang dapat menjadi anggota koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi yang bersangkutan. Hal ini tentu dimaksudkan sebagai konsekuensi koperasi sebagai badan hukum.
Tiap anggota dalam koperasi mempunyai hak dan kewajiban yang secara jelas disebutkan dalam Pasal 20, yaitu sebagai berikut:
Hak-hak anggota koperasi, yaitu:
a)      Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam rapat anggota;
b)      Memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus dan pengawas;
c)      Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar;
d)     Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus diluar rapat anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e)      Memanfaatkan koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antar sesama anggota; dan
f)       Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam anggaran dasar.

Sedangkan kewajiban anggota koperasi adalah:
a)      Mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam rapat anggota;
b)      Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi;
c)      Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
Seperti halnya bentuk-bentuk badan usaha lainnya, menurut Pasal 21, ada 3 perangkat koperasi, yang terdiri dari:
1)      Rapat Anggota
2)      Pengurus
3)      Pengawas
Hal-hal yang biasanya akan ditetapkan dalam rapat anggota adalah sebagai berikut:
a)      Anggota dasar.
b)      Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi.
c)      Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas.
d)     Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan.
e)      Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya.
f)       Pembagian sisa hasil usaha, dan
g)      Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.
Selanjutnya mengenai tugas dan wewenang pengurus koperasi, telah dijelaskan dalam Pasal 30, yang berbunyi sebagai berikut:
Tugas pengurus:
a)      Mengelola koperasi dan usahanya.
b)      Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi.
c)      Menyelenggarakan rapat anggota.
d)     Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
e)      Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib, dan
f)       Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
Sedangkan wewenang pengurus adalah:
a)      Mewakili koperasi di dalam maupun di luar pengadilan.
b)      Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
c)      Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota, dan
d)     Mengangkat pengelola koperasi yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha koperasi.
Tugas pengawas:
a)      Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi
b)      Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Wewenang pengawas:
a)      Meneliti catatan yang ada pada koperasi.
b)      Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
c)      Merahasiakan hasil pengawasannya kepada pihak ketiga.

2.3.3    Modal, SHU, dan Pembubaran Koperasi
Menurut Pasal 41, modal koperasi terdiri atas 2 macam, yaitu modal sendiri dan modal pinjaman. Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal ekuiti. Modal sendiri ini berasal dari: simpanan pokok; simpanan wajib; dana cadangan; dan hibah.
Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari: anggota; koperasi lainnya dan/atau anggota; bank dan lembaga keuangan lainnya; penerbitan obligasi dan surat utang lainnya; serta sumber lain yang sah.
Usaha koperasi adalah yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota. Usaha koperasi diarahkan pada bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Pengelolaan usaha koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif dan efisien dalam arti koperasi harus mempunyai kemampuan mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar.
Seperti halnya dengan badan-badan usaha lain, koperasi dapat dibubarkan berdasarkan keputusan rapat anggota atau berdasarkan keputusan pemerintah. Bila pembubaran berdasarkan keputusan pemerintah, akan dilakukan bila terdapat 3 alasan, yaitu sebagai berikut:
a)      Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang;
b)      Kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan
c)      Kelangsungan hidup koperasi tidak dapat diharapkan lagi.
Untuk kepentingan kreditor dan para anggota koperasi, tentunya terhadap pembubaran koperasi akan dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian. Dalam melakukan penyelesaian, para penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban seperti ditegaskan dalam Pasal 54, yaitu sebagai berikut:
a)      Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama “koperasi dalam penyelesaian”.
b)      Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan.
c)      Memanggil pengurus, anggota, dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
d)     Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip koperasi.
e)      Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran utang lainnya.
f)       Menggunakan sisa kekayaan koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban koperasi.
g)      Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota, dan
h)      Membuat berita acara penyelesaian.
Dengan berakhirnya proses penyelesaian, pemerintah akan mengumumkan pembubaran koperasi dalam Berita Negara RI. Akhirnya, status badan hukum koperasi menjadi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran koperasi tersebut dalam Berita Negara RI.
2.4   Yayasan (Stichting)
Pasal 1 menegaskan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, kegamaan, dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas. Pasal 28 Ayat 1 menegaskan bahwa pembina adalah organ yayasan yang mempunyai wewenang yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang tentang yayasan  atau anggaran dasar yayasan. Pembina tersebut adalah perseorangan sebagai pendiri yayasan atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Pembina mempunyai wewenang yang meliputi:
v  Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar;
v  Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas;
v  Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan;
v  Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan, dan
v  Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
Sedangkan pengurus adalah perseorangan yang melaksanakan kepengurusan yayasan dan yang mampu melakukan perbuatan hukum. Pengurus ini biasanya terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara. Seperti dalam PT, Pasal 35 Ayat 1 UU Yayasan menegaskan bahwa pengurus suatu yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga (Pasal 35 Ayat 3).
Organ yayasan yang terakhir adalah pengawas yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Apabila pengawas lalai dalam menjalankan tugasnya dan yayasan menjadi pailit, dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Namum apabila dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaian pengawas, tanggung jawab renteng atas kerugian tersebut tidak berlaku.
Hal kekayaan yayasan tentu berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Selain itu kekayaan yayasan juga dapat diperoleh dari :
Ø  Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
Ø  Wakaf;
Ø  Hibah;
Ø  Hibah wasiat; dan
Ø  Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima yayasan baik dari negara, masyarakat maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya suatu yayasan dapat bubar dengan beberapa alasan seperti diatur dalam Pasal 62, yaitu karena :
a)      Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir;
b)      Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai;
c)      Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :
1)      Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
2)      Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
3)      Harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit tersebut.
Apabila suatu yayasan bubar, maka yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi oleh likuidator yang ditunjuk oleh pembina dan bila pembina tidak menunjuk likuidator, maka Pengurus bertindak selaku likuidator. Apabila bubarnya karena putusan pengadilan maka pengadilan yang menunjuk likuidator. Likuidator atau kurator wajib mengumumkan pembubaran yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.

2.5   Perizinan Dunia Bisnis

2.5.1    Masalah Pengaturan Bisnis
Masalah perizinan dalam dunia bisnis, bisa meliputi perizinan di sektor pemerintahan umum, sektor agraria/pertanahan, sektor perindustrian, sektor usaha/perdagangan, sektor pariwisata, sektor pekerjaan umum, sektor pertanian, sektor kesehatan, sektor sosial, dan sektor lainnya.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yaitu Inpres No. 5 Tahun 1984 tanggal 11 April 1984 tentang Pedoman penyelenggaraan dan Pengendalian Perizinan di bidang usaha. Dikeluarkannya pedoman ini dimaksudkan guna menunjang berhasilnya pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Lampiran Inpres No. 5 Tahun 1984 terdiri dari 9 pasal, dan terdapat 7 hal penting yang menjadi tolok ukur setiap perizinan yang akan dikeluarkan, yaitu:
1)      Perlunya dikurangi jumlah perizinan yang harus dimiliki pengusaha, sehingga yang benar-benar diperlukan saja diberikan izin.
2)      Perlunya disederhanakan persyaratan administratif dengan mengurangi jumlah dan menghindari pengurangan persyaratan yang sealur dalam rangkaian perizinan yang bersangkutan.
3)      Perlunya diberikan jangka waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memberi jaminan bagi kepastian dan kelangsungan usaha.
4)      Perlunya dikurangi bila perlu meringankan dan menghilangkan sama sekali biaya pengurusan perizinan
5)      Perlunya disederhanakan tata cara pelaporan, sehingga satu laporan dapat dipergunakan untuk memenuhi berbagai departemen/instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
6)      Perlunya dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan di bidang usaha, dan ditekankan agar penerima izin dapat diwajibkan untuk memberikan laporan paling banyak satu kali setiap satu semester.
7)      Perlunya dilakukan penerbitan terhadap pelaksanaan perizinan yang menyangkut personel sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepegawaian, termasuk tuntutan ganti rugi, disiplin pegawai negeri dan tuntutan pidana.
Dalam masalah perizinan dunia bisnis, secara umum dapat dikatakan ada 4 masalah yang terkait, yaitu sebagai berikut :
1)      Adanya bentuk dan jenis izin yang diselenggarakan umumnya secara bertahap, yang diawali letter of intent untuk mendapatkan izin prinsip yang kemudian dikenal dengan adanya izin sementara, izin tetap dan izin perluasan.
2)      Adanya badan hukum yang dipersyaratkan dalam perizinan sehingga terdapat berbagai kemungkinan badan hukum berdasarkan ketentuan hukum yang berbeda seperti, KUHD, UUPMA, UUPMDN, dan sebagainya.
3)      Adanya bidang kegiatan industri yang dalam pemberian izinnya dibedakan antara bidang yang dikelola oleh departemen-departemen seperti perindustrian, pertanian, pertambangan dan energi, serta departemen-departemen lainnya.
4)      Dibidang perdagangan pada dasarnya izin diterbitkan oleh departemen-departemen perdagangan, namun dipersyaratkan pula untuk mendapat rekomendasi dari departemen terkait, sehingga jalurnya menjadi lebih panjang.
Berkaitan dengan masalah perizinan diatas, maka untuk memperoleh izin itu sendiri, biasanya diperlukan persyaratan yang selalu mengacu pada 5 hal seperti:
ü  Syarat untuk mendapat izin;
ü  Bobot kegiatan usaha yang dikaitkan dengan izin yang diberikan;
ü  Berbagai persyaratan penopangnya yang terkait dengan dampak pemberian izin bersangkutan;
ü  Berbagai hak dan manfaat yang dapat digunakan oleh penerima izin; dan
ü  Penerima izin diharuskan untuk memenuhi kewajiban, sesuai dengan pengarahan pemerintah, misalnya utuk peningkatan ekspor, penyediaan lapangan kerja, koperasi, pencegahan pencemaran, dan sebagainya.
Menurut Keppres No. 53 Tahun 1998, disebutkan adanya beberapa kegiatan usaha yang tidak dikenakan ketentuan wajib daftar perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1)      Usaha atau kegiatan yang bergerak di luar bidang perekonomian dan sifat serta tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan dan/atau laba.
2)      Bidang-bidang usaha seperti:
Ø  Pendidikan formal dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapa pun;
Ø  Pendidikan nonformal yang dibina oleh pemerintah dan diselenggarakan bersama oleh masyarakat serta dalam bentuk badan usaha;
Ø  Notaris;
Ø  Penasihat hukum;
Ø  Praktek perorangan dokter dan praktek berkelompok dokter;
Ø  Rumah sakit;
Ø  Klinik pengobatan

2.5.2    Surat Izin Usaha Perdagangan
Surat Izin Usaha Perdagangan adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan perdagangan. Dasar hukum untuk mendapatkan SIUP adalah UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan bahwa suatu perusahaan wajib didaftarkan dalam jangka waktu 3 bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
Untuk menjalankan ketentuan tersebut, khususnya mengenai izin, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor : 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan. Dalam Keputusan Menteri tersebut disebutkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan diwajibkan memiliki SIUP, untuk memperoleh SIUP ini, perusahaan terlebih dahulu wajib mengajukan Surat Permohonan Izin (SPI) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma pada kantor Wilayah Departemen Perdagangan atau Kantor Perdagangan setempat.
Ketentuan perusahaan yang harus memiliki SIUP dibedakan atas 3 kelompok, yaitu:
·         Perusahaan kecil, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) dibawah Rp 25.000.000;
·         Perusahaan menengah, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) Rp 25.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000.
·         Perusahaan besar, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) di atas Rp 100.000.000.
SIUP perusahaan kecil dan menengah mempunyai masa berlaku yang tidak terbatas selama perusahaan yang memilikinya masih menjalankan kegiatan usahanya. Sedangkan SIUP perusahaan besar mempunyai masa berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang.
Sekalipun SIUP merupakan persyaratan pokok, ada perusahaan-perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban untuk memiliki SIUP, yang terdiri dari :
ü  Cabang/perwakilan perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan perdagangan mempergunakan SIUP kantor pusat perusahaan.
ü  Perusahaan yang telah mendapat izin usaha dari departemen teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak melakukan kegiatan perdagangan.
ü  Perusahaan produksi yang didirikan dalam rangka UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
ü  Perusahaan jawatan (Perjan) dan Perusahaan Umum (Perum); dan
ü  Perusahaan kecil perorangan.
Yang dimaksud dengan perusahaan kecil perorangan adalah perusahaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a)      Tidak merupakan badan hukum atau persekutuan;
b)      Diurus, dijalankan atau dikelola oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota keluarganya yang terdekat;
c)      Keuntungan perusahaan benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah hidup sehari-hari pemiliknya; dan
d)     Setiap usaha dagang berkeliling, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.
Perusahaan yang memiliki SIUP mempunyai 3 kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1)      Wajib lapor apabila tidak melakukan lagi kegiatan perdagangan atau menutup perusahaan disertai dengan pengembalian SIUP, mengenai pembukuan cabang/perwakilan perusahaan, atau mengenai penghentian kegiatan atau penutupan cabang/perwakilan perusahaan.
2)      Wajib memberikan data/informasi mengenai kegiatan usahanya apabila diperlukan oleh menteri atau pejabat yang berwenang, dan
3)      Wajib membayar uang jaminan dan biaya administrasi perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku.

2.5.3    Perizinan Lembaga Pembiayaan
Ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pendirian dan perizinan mengenai lembaga pembiayaan ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988. Untuk memperoleh izin usaha dari lembaga pembiayaan di atas, terlebih dahulu harus meminta izin dengan suatu permohonan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut :
Ø  Akta pendirian perusahaan pembiayaan yang telah disyahkan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ø  Bukti pelunasan modal disetor untuk perseroan terbatas atau simpanan pokok dan simpanan wajib untuk koperasi, pada salah satu bank di Indonesia.
Ø  Contoh perjanjian pembiayaan yang akan digunakan.
Ø  Daftar susunan pengurus perusahaan pembiayaan.
Ø  Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan.
Ø  Neraca pembukuan perusahaan pembiayaan.
Ø  Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan pembiayaan patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesiasisasi dalam pemilikan saham.
Pemberian izin usaha ini diberikan selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan izin usaha akan berlaku selama perusahaan masih menjalankan usahanya.
2.5.4    Perizinan di Bidang Industri

Perizinan di bidang industri telah di atur secara khusus dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri, di mana pada penjelasannya disebutkan bahwa dalam rangka pencapaian pertumbuhan industri, aspek perizinan akan ikut memainkan peranan yang amat penting. Dengan menyadari akan peranannya, aspek perizinan harus mampu memberikan motivasi yang dapat mendorong dan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor industri.
Industri yang dimaksud menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Perizinan memang merupakan salah satu alat kebijaksanaan yang apabila dipergunakan secara efisien akan merupakan alat yang efektif untuk menggerakkan perkembangan dunia usaha di bidang yang benar-benar mendukung pembangunan. Karenanya sistem perizinan dapat dimanfaatkan antara lain untuk menghindari pemborosan atau penyalahgunaan dana.
Ada 2 macam izin usaha industri, yaitu sebagai berikut:
v  Izin Tetap, yaitu izin usaha industri yang diberikan secara definitif kepada perusahaan industri yang telah berproduksi secara komersial. Izin tetap ini berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri yang bersangkutan berproduksi.
v  Izin Perluasan, yaitu izin usaha industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang melakukan penambahan kapasitas dari/atau jenis produk atau komoditi yang telah diizinkan.
Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha industri, dibebani 3 kewajiban, yaitu sebagai berikut:
a)      Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pecegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukan.
b)      Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya, dan keselamatan kerja.
c)      Melaksanakan upaya hubungan dan kerja sama antar para pengusaha nasional untuk mewujudkan keterkaitan yang saling menguntungkan.
Izin usaha industri ini pun dapat dicabut apabila perusahaan melakukan hal-hal seperti:
1)      Melakukan perluasan, tanpa memiliki izin perluasan;
2)      Tidak menyampaikan informasi atau informasi tersebut tidak mengandung kebenaran;
3)      Melakukan pemindahtanganan hak dan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan dari Menteri Perindustrian atau menteri lainnya yang mempunyai kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri;
4)      Tidak dipenuhinya ketentuan dalam perizinan.
Perlu dikemukakan bahwa menurut Keppres No. 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha Industri, kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan termasuk pemberian izin usaha industri atas kelompok industri, jenis industri, dan komoditi industri, adalah sesuai dengan kewenangan masing-masing sektor, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan energi, perindustrian, dan kesehatan.
Lingkup kewenangan menteri dalam masing-masing sektor sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 17 Tahun 1986, yaitu sebagai berikut:
a)      Kewenangan Menteri Pertambangan dan Energi:
1)      Penyulingan minyak bumi;
2)      Pencairan gas alam;
3)      Pengolahan bahan galian bukan logam tertentu;
4)      Pengolahan bijih timah menjadi ingot timah;
5)      Pengolahan bauksit menjadi alumina;
6)      Pengolahan bijih logam mulia menjadi logam mulia;
7)      Pengolahan bijih tembaga menjadi ingot tembaga;
8)      Pengolahan bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam;
9)      Pengolahan biji nekel menjadi ingot nekel;
b)      Kewenangan Menteri Pertanian:
1)      Gula pasir dari tebu;
2)      Ekstraksi kelapa sawit;
3)      Penggilingan padi dan penyosohan beras;
4)      Pengolahan ikan di laut;
5)      Teh hitam dan teh hijau;
6)      Vaksin, serta dan bahan-bahan diagnostika biologis untuk hewan.
c)      Kewenangan Menteri Kesehatan:
Industri bahan obat dan obat jadi termasuk obat asli Indonesia.
d)     Kewenangan Menteri Perindustrian:
Industri lainnya termasuk industri kecil, kecuali yang tersebut dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.




2.5.5    Perizinan Menurut Undang-Undang Gangguan (UUG)
Salah satu izin yang sering menjadi problema dunia usaha adalah mengenai izin undang-undang gangguan yang diatur dalam Statsblaad tahun 1926 Nomor 226. Izin UUG sebetulnya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada warga/penghuni di sekitar lokasi suatu usaha.
Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya izin UUG ini. Bahwa pemikiran usaha yang dijalankan berskala kecil, tidak diperlukan adanya izin, adalah tidak benar. Izin UUG ini sangat diperlukan untuk kelangsungan usaha secara aman.
Jenis-jenis usaha yang diberikan izin UUG oleh walikota, terdiri atas 54 jenis usaha atau dapat di bagi atas 3 kelompok besar, yaitu:
A.     Kelompok usaha dagang, bengkel, warung, yang terdiri dari:
1)      Dagang oli eceran;
2)      Dagang eceran minyak tanah, gas elpiji;
3)      Tempat penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan jenis IV dan kendaraan roda empat maksimal 10 buah;
4)      Bengkel las;
5)      Dagang bahan kimia dan tempat penyimpanannya;
6)      Dagang karbit dan tempat penyimpanannya;
7)      Bengkel sepeda, sepeda motor;
8)      Warung nasi, mi bakso, sate dan sejenisnya;
9)      Perbaikan/servis aki dan setrum aki, dinamo, termasuk menggulung dinamo;
10)  Tempat pemotongan/penampungan unggas/ayam;
11)  Penjualan dan tempat penampungan kertas, besi, kayu, plastik dan barang bekas lainnya;
12)  Usaha rumah tangga dalam bidang perdagangan kebutuhan sehari-hari;
13)  Peternakan unggas, sapi perah/kerbau dan sejenisnya;
14)  Tempat penimbunan tulang;
15)  Pengepakan barang-barang, perusahan ekspedisi, sortasi dan sejenisnya.
B.     Kelompok Industri Rumah Tangga, terdiri dari:
1)      Membuat tahu, tempe, dan lainnya;
2)      Bengkel bubut dengan jumlah karyawan tidak lebih dari lima orang;
3)      Percetakan pres tangan dengan jumlah mesin tidak lebih dari tiga buah;
4)      Membuat air aki dan tempat penyimpanannya;
5)      Membuat cat, minyak cat, tenner, plinkut dan tempat penyimpanannya;
6)      Penggilingan bakso/daging, mi;
7)      Membuat barang dari bahan kulit;
8)      Membuat kecap/taoge dan taoco;
9)      Pengecoran timah, aluminium dan sejenisnya;
10)  Membuat 1bataco, ubin, teraso, loster, dan sejenisnya yang dikerjakan dengan tangan manusia;
11)  Membuat krupuk;
12)  Pengalengan cat, oli, alkohol, dan sejenisnya;
13)  Membuat jok motor, mobil, dan sejenisnya;
14)  Pengeringan, penyamakan, dan penyimpanan kulit;
15)  Kue-kue makanan kecil dan sejenisnya;
16)  Obat nyamuk;
17)  Karet busa;
18)  Lem sepatu dan karet;
19)  Membuat transformator;
20)  Membuat kompor dengan tenaga manual;
21)  Tepung bahan-bahan kue/roti;
22)  Membuat essence;
23)  Alat-alat sembahyang antara lain dupa/hio, lilin dan tikar;
24)  Peti mati;
25)  Membuat sabun colek;
26)  Kantong plastik;
27)  Membuat pupuk kompos.
C.     Jenis usaha lain terdri dari:
1)      Penjahit pakaian jadi;
2)      Pemangkas rambut;
3)      Salon kecantikan;
4)      Bahan bangunan;
5)      Tempat penampungan jenazah;
6)      Bengkel mobil dengan luas lokasi maksimal 200 m2;
7)      Terasi;
8)      Membuat balon;
9)      Tempat pengeringan ikan;
10)  Tempat pencucian mobil;
11)  Bengkel knalpot; dan
12)  Usaha olahan udang.
Untuk mendapat izin UUG, pemohon berkewajiban mengisi formulir yang telah disediakan dengan dilampiri beberapa jenis dokumen, seperti: gambar ruangan; surat bukti pemilikan tanah dan bangunan atau persetujuan pemilik; Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB); akta badan hukum (bila diperlukan); tanda bukti WNI dan ganti nama (bila diperlukan); rekomendasi analisis dampak lingkungan (Amdal) bila perlu; surat persetujuan tetangga; akta jual beli perusahaan/penyerahan/hibah/warisan (bila diperlukan); Nomor Pokok Wajib Pajak; Pengantar dari lurah setempat yang diketahui camat.
Setelah berkas permohonan lengkap diisi dan dilampiri dengan dokumen yang diperlukan, berkas diajukan kepada Kepala Bagian Ketertiban Pemda Jakarta. Izin UUG dapat diberikan selambat-lambatnya 35 hari permohonan diajukan. Menurut ketentuan bahwa izin UUG harus didaftarkan ulang setiap 5 tahun sekali.






















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Bisnis adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh orang atau badan untuk mengadakan barang atau jasa maupun fasilitas untuk diperjualbelikan dengan tujuan memperoleh keuntungan. Kegiatan bisnis yang terjadi di masyarakat sangat luas sekali yang bisa meliputi bidang-bidang seperti: pertanian, perhotelan, perikanan pariwisata, kesehatan, dll.
Untuk mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan pengesahan dari pemerintah, misalnya dalam hal mendirikan PT, mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian dan anggaran dasarnya oleh pemerintah. Sedangkan dalam hal mendirikan perkumpulan koperasi, mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian koperasi dari Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.
Koperasi mempunyai arti bekerja sama. Adanya kerja sama dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan yang semula sukar dicapai oleh orang perseorangan, tetapi akan mudah dicapai bila dilakukan kerja sama antara beberapa orang. Menurut undang-undang, bentuk koperasi ada 2 macam, yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Yang dimaksud dengan koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. Sedangkan yang dimaksud koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.
Masalah perizinan dan pemberian kemudahan dalam berusaha harus mampu menciptakan iklim usaha yang bergairah. Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan terhadap dunia usaha merupakan salah satu cara, maka salah satu langkah yang cukup menunjang adalah dengan diberlakukannya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) seperti yang diingatkan dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Izin UUG sangat diperlukan bagi pelaku usaha, sebab tidak jarang terjadi suatu tempat usaha ditutup oleh pemerintah hanya karena usaha tersebut diprotes oleh warga masyarakat sekitarnya.





Daftar Pustaka

Burton S., Richard.2003.Aspek Hukum Dalam Bisnis.Jakarta: Rineka Cipta.






















Lampiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar