Kata
Pengantar
Puji syukur kami
panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Berkat limpahan rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas kelompok membuat makalah Aspek Hukum Dalam Bisnis.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Yuyun selaku dosen pembimbing,
yang telah membantu kami dalam penyusunan tugas kelompok kami ini.
Kami
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan agar para pembaca dapat
memahami tentang konsep dari “Bentuk Badan Usaha dan Izin Usaha”. Dalam
penyusunan tugas makalah ini penulis telah menghadapi berbagai hambatan, baik
itu yang datang dari diri penulis sendiri, maupun dari luar. Untuk itu
penulis menghaturkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada pihak yang telah membantu penyelesaian makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharap kesediaan pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang mendukung, agar kami bisa memperbaiki kesalahan kami.
Jombang,
19 April 2013
Penulis
Daftar
Isi
Halaman Judul..................................................................................................................................i
Kata
Pengantar.................................................................................................................................ii
Daftar
Isi.........................................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan
masalah..........................................................................................................3
1.3 Tujuan
penulisan............................................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Badan
Hukum................................................................................................................4
2.1.1 Pendirian PT..........................................................................................................4
2.1.2 Direksi dan
Komisaris...........................................................................................5
2.2 Bukan Badan
Hukum.....................................................................................................8
2.2.1 Firma dan
CV........................................................................................................8
2.2.2 Macam-macam CV...............................................................................................9
2.3
Koperasi.......................................................................................................................11
2.3.1 Fungsi, Prinsip, dan Bentuk Koperasi.................................................................12
2.3.2 Keanggotaan dan Perangkat
Organisasi..............................................................13
2.3.3 Modal, SHU, dan Pembubaran
Koperasi............................................................15
2.4
Yayasan........................................................................................................................16
2.5 Perizinan Dunia
Bisnis.................................................................................................18
2.5.1 Masalah Pengaturan
Perizinan............................................................................18
2.5.2 Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP)................................................................20
2.5.3 Perizinan Lembaga
Pembiayaan.........................................................................21
2.5.4 Perizinan di Bidang
Industri...............................................................................22
2.5.6 Perizinan Menurut Undang-Undang
Gangguan (UUG).....................................24
BAB III : PENUTUP
3.1
Simpulan......................................................................................................................27
Daftar
Pustaka................................................................................................................................28
Lampiran........................................................................................................................................29
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara
masalah bisnis sering kali diekspresikan sebagai suatu urusan atau kegiatan
dagang. Kata “bisnis” itu sendiri diambil dari bahasa inggris Business yang berarti kegiatan usaha.
Secara luas, kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha
yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu
berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas
untuk diperjualbelikan, atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan
keuntungan.
Kegiatan
bisnis dapat dikelompokkan atas 5 bidang usaha, yaitu sebagai berikut :
a.
Bidang Industri. Misalnya pabrik radio,
tv, motor, dll.
b.
Bidang Perdagangan. Misalnya agen,
makelar, toko, dll.
c.
Bidang Jasa. Misalnya konsultan,
penilai, akuntan, dll.
d.
Bidang Agraris. Misalnya pertanian,
peternakan, perkebunan,dll.
e.
Bidang Ekstraktif. Misalnya
pertambangan, penggalian, dll.
Dalam
kegiatan bisnis, ada pula yang membedakannya dalam 3 bidang usaha, yaitu
sebagai berikut :
a.
Bisnis dalam arti kegiatan perdagangan (Commerce), yaitu keseluruhan kegiatan
jual beli yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan, baik di dalam maupun
di luar negeri untuk memperoleh keuntungan.
Contoh:
Produsen, dealer, agen, toko, dll.
b.
Bisnis dalam arti kegiatan industri (Industry), yaitu kegiatan memproduksi
atau menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih berguna dari asalnya.
Contoh:
Industri perhutanan, perkebunan, pertambangan, dll.
c.
Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (Service), yaitu kegiatan yang
menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik orang maupun badan.
Contoh:
Jasa perhotelan, konsultan, asuransi, pariwisata, dll.
Peranan perizinan dalam
era pembangunan yang terus-menerus berlangsung ternyata amatlah penting untuk
terus ditingkatkan, apalagi dalam era globalisasi dan industrialisasi.
Perizinan memegang peranan yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan
dan pertumbuhan dunia bisnis bisa dikatakan merupakan dua sisi mata uang yang
saling berkaitan. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya izin yang
jelas menurut hukum, dan izin berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya.
Dengan perkataan lain, dunia bisnis akan berkembang bila izin yang diberikan
mempunyai satu kekuatan yang pasti, sehingga perizinan dan dunia usaha dapat
bekerja dalam kondisi yang nyaman.
Dalam proses
industrialisasi sekarang ini, minimal ada 5 peran yang menjadi prioritas agar
dunia bisnis dapat berkembang dengan cepat dan mantap, yakni Pertama, untuk meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi; Kedua,
meningkatkan lapangan kerja dan nilai tambah; Ketiga, meningkatkan ekspor; Keempat,
menghemat devisa; Kelima, mendorong
penggunaan teknologi.
Dengan adanya izin,
seseorang atau badan hukum dapat mempunyai serangkaian hak dan kewajiban yang
membuatnya dapat menikmati dan mengambil manfaat untuk kegiatan usahanya. Namun
demikian pemerintah dapat pula mengambil langkah pertimbangan keterbatasan dan
jasa kestabilan untuk memelihara persaingan usaha yang sehat dengan membatasi
pemberian izin usaha.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud badan hukum dan apa saja yang termasuk bisnis badan hukum?
2. Apa
yang dimaksud bukan badan hukum dan apa saja yang termasuk bisnis bukan badan
hukum?
3. Apa
yang menjadi masalah pengaturan perizinan?
4. Jelaskan
macam-macam izin usaha?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menguraikan
pengertian badan hukum dan jenis-jenis bisnis badan hukum.
2. Menguraikan
pengertian bukan badan hukum dan jenis-jenis bisnis bukan badan hukum.
3. Mengidentifikasikan
masalah pengaturan perizinan.
4. Mengidentifikasikan
macam izin usaha.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Badan Hukum
Bisnis
yang dilakukan lazimnya bisa dilakukan oleh perseorangan dan bisa juga dengan
suatu perkumpulan dalam arti perkumpulan yang berbentuk badan hukum maupun yang
bukan badan hukum.
Perkumpulan
disini mempunyai arti luas dan mempunyai 4 unsur, yaitu:
Ø Adanya
unsur kepentingan bersama,
Ø Adanya
unsur kehendak bersama,
Ø Adanya
unsur tujuan, dan
Ø Adanya
unsur kerjasama yang jelas.
Dari
sekian banyak perkumpulan yang terjadi dalam dunia bisnis, dan merupakan badan
hukum yang paling populer sekarang ini adalah bentuk badan hukum Perseroan
Terbatas (PT) dan koperasi.
Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan dengan
jelas definisi dari Perseroan Terbatas. Perseroan
Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan
pelaksanaannya.
2.1.1 Pendirian PT
Dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah diatur dengan jelas bahwa suatu
perseroan hendaknya didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan suatu akta notaris
yang dibuat dalam bahasa indonesia. Dalam akta pendirian PT sekurang-kurangnya
harus memuat antara lain:
a)
Nama lengkap, tempat tinggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri;
b)
Susunan, nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi
dan komisaris yang pertama kali diangkat; dan
c)
Nama pemegang saham yang telah mengambil
bagian saham, rincian jumlah saham, nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan
dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
Selain
itu ada 2 hal yang tidak boleh dimuat dalam akta pendirian PT, yaitu:
a)
Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap
atas saham; dan
b)
Ketentuan tentang pemberian keuntungan
pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Untuk
memperoleh pengesahan atas suatu PT, tentunya para pendiri bersama-sama atau
melalui kuasanya, mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan akta
pendirian perseroan kepada Menteri Kehakiman. Sedangkan pengesahan dapat
diberikan dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak permohonan yang diajukan
telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan.
Apabila
ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri sebeluym perseroan
disahkan, maka menurut pasal 11 UU No. 1 Tahun 1995, perbuatan hukum tersebut
akan mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum dengan 3
persyaratan, yaitu:
1. Perseroan
secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau
orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak ketiga.
2. Perseroan
secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari
perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri,
walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan.
3. Perseroan
mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama
perseroan.
Daftar
perseroan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pendaftaraan ini wajib
dilakukan dalam waktu paling lambat 30 hari setelah pengesahan atau persetujuan
diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan. Perseroan yang telah
didaftarkan tentunya akan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia.
2.1.2 Direksi dan Komisaris
Kekuasaan
tertinggi dari suatu PT adalah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dalam RUPS
ditetapkan siapa-siapa yang menjadi direksi, kecuali direksi yang pertama, yang
telah ditetapkan dalam akta. Menurut Pasal 80 UU No. 1 Tahun 1995, direksi
tidak boleh ditetapkan untuk waktu selama-lamanya. Hal ini dimaksudkan apabila
ternyata direksi yang telah ditetapkan kurang cakap, sehingga dalam pengurusan
perusahaan mengalami kerugian, RUPS dapat menggantinya dengan direksi lain.
Tanggung jawab direksi sangat luas, karena direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Menurut
Pasal 84 UU Perseroan Terbatas, ada 2 hal dimana anggota direksi tidak berwenang
mewakili perseroan, yaitu dalam hal:
a)
Terjadi perkara di depan pengadilan
antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; dan
b)
Anggota direksi yang bersangkutan
mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
Selain
itu ada 4 kewajiban direksi yang telah ditentukan undang-undang, yaitu sebagai
berikut:
Ø Wajib
membuat dan memelihara daftar pemegang saham, Risalah RUPS, dan risalah rapat
direksi.
Ø Wajib
menyelenggarakan pembukuan perseroan.
Ø Wajib
melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya.
Ø Wajib
meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan uang seluruh
atau sebagian besar kekayaan.
Dalam
anggaran dasar perseroan biasanya juga dapat diadakan pembatasan-pembatasan
terhadap pelaksanaan tugas direksi. Artinya dalam anggaran dasar ditentukan
bahwa bila direksi mengadakan transaksi-transaksi tertentu, mengajukan suatu
perkara di muka pengadilan dan lain-lain, maka direksi harus meminta
persetujuan terlebih dahulu dari dewan komisaris atau rapat umum pemegang
saham.
Dalam
anggaran dasar pada umumnya perseroan menetapkan adanya beberapa kewajiban
sebagai berikut:
ü Menyusun
anggaran perseroan untuk tahun yang akan datang, yang harus diselesaikan
selambat-lambatnya 3 bulan sebelum tahun buku baru mulai berlaku. Anggaran
dasar perseroan ini sudah harus direncanakan dan diajukan dalam rapat umum para
pemegang saham perseroan.
ü Menyusun
laporan berkala mengenai pelaksanaan tugas direksi perseroan yang harus dikirim
kepada dewan komisaris, baik dalam hal mengurus dan menguasai perusahaan,
maupun membuat neraca dan perhitungan laba rugi seperti disebutkan dalam Pasal
6 Ayat 2 KUHD.
ü Membuat
inventarisasi atas semua harta kekayaan perseroan serta pelaksanaan
pengawasannya, dan
ü Mengadakan
rapat umum para pemegang saham sekali setahun atau pada saat-saat yang sangat
mendesak.
Selain
direksi, alat perlengkapan lain dari perseroan yang penting adalah komisaris.
Masalah komisaris dalam suatu perseroan adalah juga masalah yang menarik,
karena dalam UU juga telah disebutkan adanya organ perseroan yaitu komisaris.
Secara
umum, tugas komisaris adalah mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan
perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Selain itu komisaris juga
berkewajiban melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau
saham keluarganya. Komisaris pun berdasarkan anggaran dasar perseroan atau
keputusan RUPS, dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan
tertentu dan untuk jangka waktu tertentu, dalam hal direksi tidak ada. Bagi
komisaris yang dalam kedaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengurusan perseroan, maka semua ketentuan mengenai hak dan wewenang
serta kewajiban direksi akan berlaku terhadapnya.
Secara
tegas Pasal 97 UU No. 1 Tahun 1995 menyebutkan, bahwa komisaris bertugas
mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan
nasihat kepada direksi.
Bila
dilihat dari hukumnya, status/kedudukan komisaris itu ada 3 macam, yaitu
sebagai berikut:
1. Komisaris
yang diangkat tanpa upah dan bukan merupakan pemegang saham, maka status
hukumnya adalah sebagai pemegang kuasa perusahaan atau RUPS.
2. Komisaris
yang diangkat dengan upah, dan bukan merupakan pemegang saham, maka status
hukumnya adalah buruh pemegang saham.
3. Komisaris
yang diangkat dengan diberi upah, maka status hukumnya adalah buruh pemegang
kuasa dan anggota RUPS.
Ada
3 unsur yang merupakan satu kesatuan bagi suatu perseroan hingga dikategorikan
sebagai suatu badan hukum. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Adanya
kekayaan perusahaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing persero.
Hal ini mempunyai tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai suatu jaminan
bagi semua perjanjian yang akan dibuat oleh PT, seperti dijelaskan juga dalam
Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.
2. Adanya
persero atau pemegang saham yang bertanggung jawab terbatas pada jumlah nominal
saham yang dimilikinya. Sedangkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), para
pemegang saham inilah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam PT yang berwenang
mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris; menetapkan garis-garis
besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan; menetapkan hal-hal yang belum
ditetapkan dalam anggaran dasar; dll.
3. Adanya
pengurus (direksi dan komisaris) yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan
pengawasan serta bertanggung jawab terbatas pada tugasnya sesuai dengan
anggaran dasar dan/atau Keputusan RUPS.
2.2 Bukan Badan Hukum
2.2.1 Firma dan CV
Dalam
literatur hukum, kita ketahui ada 3 macam perkumpulan yang tidak termasuk
kategori sebagai badan hukum, yaitu persekutuan perdata, perusahaan firma (Fa),
dan perusahaan komanditer (CV). Perbedaan yang sangat mencolok antara bentuk
usaha yang berbentuk badan hukum dan bukan badan hukum, tampak sekali dari
prosedur pendirian badan usaha tersebut. Bila seseorang akan mendirikan
perusahaan yang bukan badan hukum, maka syarat adanya pengesahan akta pendirian
oleh pemerintah tidak diperlukan. Untuk mendirikan sebuah perusahaan dengan
bentuk firma atau CV, walaupun didirikan dengan sebuah akta notaris,
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, tetap tidak diperlukan adanya
pengesahan dari Departemen Kehakiman.
Untuk
mendirikan Persekutuan Perdata, menurut Pasal 1618 KUHPerdata, harus didirikan
atas dasar perjanjian yang bersifat konsensual, yakni cukup dengan adanya
persetujuan kehendak atau kesepakatan. Selain itu harus memenuhi syarat Pasal
1320 KUHPerdata, harus pula memenuhi syarat-syarat seperti:
a)
Tidak dilarang oleh hukum;
b)
Tidak bertentangan dengan kesusilaan dan
ketertiban hukum; dan
c)
Harus merupakan kepentingan bersama yang
dikejar, yaitu keuntungan.
Dalam
Pasal 16 KUHD disebutkan bahwa yang dinamakan persekutuan firma ialah tiap-tiap
persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama
bersama. Jadi persekutuan firma adalah persekutuan perdata khusus. Mengapa
dikatakan khusus, oleh karena ada 3 unsur mutlak yang dipakai sebagai tambahan
pada persekutuan perdata, yaitu:
a)
Unsur menjalankan perusahaan;
b)
Unsur nama bersama atau firma; dan
c)
Unsur pertanggungjawaban sekutu yang
bersifat pribadi untuk keseluruhan.
Oleh
karena belum ada UU yang mengatur masalah firma, CV, dan Persekutuan Perdata,
maka kita kembali kepada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai masalah tersebut.
Menurut
Pasal 22 KUHD diharuskan adanya akta otentik (akta notaris), didaftarkan ke
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum dimana firma berdomisili, dan
harus diumumkan dalam Berita Negara RI. Maksud pendaftaran dan pengumuman akta
pendirian ialah agar pihak ketiga yang mengadakan hubungan dengan firma dapat
mengetahui secara benar dengan siapa harus bekerja sama.
Sesuai
dengan bentuk usahanya, ada 2 kesulitan peran tanggung jawab anggota firma,
yaitu:
1.
Setiap anggota firma selalu
mempertaruhkan seluruh harta kekayaan pribadinya. Untuk itu ia dapat kehilangan
seluruh harta bendanya sendiri, termasuk juga oleh tindakan sesama anggotanya
terhadap siapa ia juga bertanggung jawab;
2.
Kelangsungan hidup firma yang tidak
terjamin, misalnya ada salah seorang peserta keluar atau meninggal. Hal ini
disebabkan oleh karena keanggotaan firma bersifat persoonlijk. Hal mana
menyebabkan keanggotaan seorang peserta tidak dapat dialihkan/dioperkan kepada
pihak lain.
Menurut
Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa perusahaan komanditer (CV) adalah suatu
perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu atau
beberapa orang pesero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk
seluruhnya (tanggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu orang atau lebih
sebagai pelepas uang pada pihak lain.
Pengaturan
lain masalah CV ada pada Pasal 20 dan Pasal 21 KUHD. Pada dasarnya CV juga
merupakan firma dengan bentuk khusus, dimana kekhususannya terletak pada adanya
sekutu komanditer yang pada firma tidak ada. Pada firma hanya ada sekutu kerja
atau firmant, sedangakan pada
CV, kecuali ada sekutu kerja juga ada
sekutu komanditer atau sekutu diam (sleeping
partner).
Dasar
pikiran pembentukan CV adalah seorang atau lebih mempercayakan uang atau barang
untuk digunakan di dalam perusahaan kepada orang lain yang akan menjalankan
perusahaan. Para pesero yang berada di belakang layar ini disebut sekutu tak
kerja atau sekutu pasif atau commanditaris.
Sedangkan yang mengurus disebut sekutu kerja atau sekutu komplementer. Dalam
CV, hanya pesero-pesero pengurus saja yang menjalankan perusahaan, bertindak
keluar dan terikat dengan pihak ketiga. Sebaliknya pesero commanditaris hanya
mempunyai kedudukan sebagai orang yang mempercayakan modal dan tidak berhubungan
dengan pihak ketiga.
Apabila
CV mempunyai banyak hutang sehingga jatuh pailit, dan apabila harta CV tidak
mencukupi untuk untuk pelunasan utang-utangnya, maka harta benda pribadi pesero
pengurus dapat dipertanggungjawabkan untuk melunasi utang perusahaan.
Sebaliknya harta benda para pesero commanditaris tidak dapat diganggu-gugat.
Adakalanya peran sleeping partners
dalam CV merupakan keuntungan, oleh karena memberikan satu kemungkinan untuk
mengumpulkan lebih banyak modal daripada sistem pada persekutuan firma.
2.2.2 Macam-Macam CV
Ada
3 macam CV, yaitu:
1. CV
dengan diam-diam;
2. CV
dengan terang-terangan; dan
3. CV
dengan saham-saham.
CV
dengan diam-diam adalah CV yang belum menyatakan dirinya dengan terang-terangan
kepada pihak ketiga sebagai CV. Bila CV bertindak keluar, masih menyatakan diri
sebagai firma, tetapi ke dalam sudah menjadi CV. Karena salah seorang atau
beberapa orang sekutu sudah menjadi sekutu komanditer. Menurut Pasal19 Ayat 2
KUHD, CV pada saat yang sama dapat merupakan firma bagi sekutu kerja, juga
dapat merupakan CV bagi sekutu kerja dengan sekutu komanditer.
CV
terang-terangan adalah CV yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya
sebagai CV pada pihak ketiga. Hal ini misalnya dapat dilihat pada papan nama
atau pada kepala surat yang keluar dengan menggunakan nama “CV X”. Jadi istilah
terang-terangan tertuju pada pernyataan diri sebagai CV pada pihak ketiga.
Untuk
CV dengan saham, sebenarnya CV terang-terangan yang modalnya terdiri dari
saham-saham. CV dengan saham ini tidak diatur dalam KUHD. Namun pada hakikatnya
CV ini sama dengan CV biasa (terang-terangan). Perbedaannya hanya terletak pada
pembentuk modalnya saja yaitu dengan cara mengeluarkan saham-saham. CV dengan
saham ini sebenarnya hampir sama dengan perseroan terbatas.
Kedua
bentuk badan usaha ini (CV dan PT) mempunyai perbedaan dan persamaan sebagai
berikut:
Persamaannya:
1.
Modalnya sama-sama terdiri dari
saham-saham, meskipun bagi persekutuan komanditer dengan saham berbentuk saham
atas nama; sedangkan pada PT dapat berbentuk atas nama atau atas pembawa;
2.
Pengawasan, dimana pada CV dengan saham
dapat ditetapkan salah seorang dari sekutu komanditer sebagai komisaris, yang
bertugas untuk mengawasi pekerjaan sekutu kerja atau sekutu komplementer.
Meskipun sebagai pengawas, tetapi sebagai sekutu komanditer tetap tidak
diperbolehkan mencampuri urusan pengurusan, meskipun dalam perjanjian pendirian
persekutuan ditetapkan bahwa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu, sekutu
kerja harus minta persetujuan lebih dahulu kepada sekutu komanditer/pengawas
tersebut.
Perbedaannya:
1. Pada
PT tidak ada sekutu kerja, yang bertanggung jawab penuh secara pribadi untuk
keseluruhan. Pertanggung jawaban seperti itu dalam PT ada pada direksi
(pengurus) yang telah melakukan perbuatan hukum sebelum pendaftaran dan
pengumuman PT yang bersangkutan seperti dimaksud dalam Pasal 39 KUHD;
2. Direksi
pada PT tidak boleh diangkat untuk waktu selama-lamanya, sedangkan sekutu kerja
pada CV dengan saham dapat diangkat untuk selamanya.
2.3 Koperasi
Koperasi
adalah suatu kerja sama antara orang-orang yang tidak bermodal untuk mencapai
suatu tujuan kemakmuran secara bersama, bukan untuk mencari keuntungan, sebab
wadah untuk mencapai keuntungan sudah ada yaitu firma, CV, dan PT.
Pengertian
koperasi dijelaskan dalam UU Perkoperasian, yaitu badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan
perekonomian rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Perbedaan
antara koperasi dan bentuk usaha lainnya, dapat kita lihat dari unsur-unsur
yang ada pada koperasi dan bentuk usaha lainnya (Firma, CV, dan PT), yaitu
sebagai berikut:
1.
Unsur para pihak
Pada koperasi, para
pihak adalah orang-orang yang tidak bermodal. Jadi untuk mendapatkan suatu jumlah
modal yang besar, haruslah para pihak banyak jumlahnya. Sedangkan pada bentuk
usaha lain, para pihak tidak perlu banyak jumlahnya, bisa dua atau tiga orang
saja sudah cukup, yang masing-masing memiliki modal yang cukup.
2.
Unsur tujuan
Pada koperasi, tujuannya
adalah untuk kemakmuran bersama, yakni pada kebutuhan kebendaan bagi
masing-masing anggota. Sedangkan pada bentuk usaha lainnya, tujuannya adalah
keuntungan bagi sekutu-sekutunya.
3.
Unsur modal
Pada koperasi masalah
modal dipupuk atau dikumpulkan dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman,
penyisihan-penyisihan dari hasil usaha, termasuk dana cadangan, dan hibah serta
sumber lain yang sah, seperti dimaksud dalam Pasal 41 UU Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian. Sedangkan pada bentuk usaha lainnya, terdiri atas
pemasukan-pemasukan dari para sekutu yang dilakukan sekali saja dengan jumlah
yang besar seperti dimaksud Pasal 16 KUHD.
4.
Pembagian sisa hasil usaha
Pada koperasi,
pembagian sisa hasil usaha akan dinagikan kepada anggota sebanding dengan jasa
usaha yang dilakukan masing-masing anggota dikurangi dengan dana cadangan.
Sedangkan pada bentuk lain, keuntungannya akan dibagikan sebanding jumlah
pemasukannya.
Saat
ini, masalah perkoperasian diatur dalam UU No. 25 tahun 1992 tanggal 21 Oktober
1992 sebagai pengganti dari UU No. 12 Tahun 1967. Berbeda dengan UU No. 12
Tahun 1967, landasan koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992, yaitu hanya
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, serta berasaskan kekeluargaan. Sedangkan
tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masayarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.
2.3.1
Fungsi,
Prinsip, dan Bentuk Koperasi
Menurut
UU Koperasi, fungsi dan peran koperasi adalah:
a) Membangun
dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosialnya.
b) Berperan
serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat.
c) Memperoleh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
dengan koperasi sebagai soko gurunya.
d) Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Berdasarkan
Pasal 5 UU Perkoperasian, pada dasarnya ada 6 prinsip koperasi yang merupakan
esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas
dan jati diri koperasi yang membedakannya dari badan usaha lain.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1) Keanggotaan bersifat sukarela dan
terbuka. Kesukarelaan ini mengandung makna bahwa menjadi
anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapa pun.juga mengandung makna
bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai syarat
yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki
arti bahwa dalam keanggotaan koperasi tidak dilakukan pembatasan atau
diskriminasi dalam bentuk apa pun.
2) Pengelolaannya dilakukan secara
demokratis. Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi
dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang
memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
3) Pembagian SHU dilakukan secara adil
sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
Artinya pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan
modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi berdasarkan pertimbangan
jasa usaha anggota koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan dari nilai
kekeluargaan dan keadilan.
4) Pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal. Artinya modal dalam koperasi pada
dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari
keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada
para anggota juga terbatas, dan semata-mata tidak didasarkan atas besarnya modal
yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti
tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.
5) Kemandirian.
Kemandirian di sini mengandung arti dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada
pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan,
kemampuan dan usaha sendiri. Selain itu terkandung pula pengertian pada arti
kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani
mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri, dan adanya kehendak untuk mengelola
diri sendiri.
6) Pendidikan perkoperasian dan kerja
sama antarkoperasi. Prinsip ini merupakan prinsip untuk
mengembangkan diri koperasi itu sendiri, melalui penyelenggaraan pendidikan
perkoperasian dan kerja sama antarkoperasi dalam meningkatkan kemampuan,
memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan
koperasi.
Ketentuan
Pasal 9 s.d. Pasal 14, di mana setelah akta pendirian koperasi disyahkan oleh
pemerintah, maka koperasi akan memperoleh status sebagai badan hukum. Untuk mendapatkan
pengesahannya, para pendiri tentu mengajukan permintaan tertulis disertai akta
pendirian koperasi. Adapun dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah
kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti
antara lain: koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen,
koperasi pemasaran, dan koperasi jasa.
2.3.2
Keanggotaan
dan Perangkat Organisasi
Yang
dapat menjadi anggota koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu
melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi yang bersangkutan. Hal ini tentu
dimaksudkan sebagai konsekuensi koperasi sebagai badan hukum.
Tiap
anggota dalam koperasi mempunyai hak dan kewajiban yang secara jelas disebutkan
dalam Pasal 20, yaitu sebagai berikut:
Hak-hak anggota koperasi, yaitu:
a) Menghadiri,
menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam rapat anggota;
b) Memilih
dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus dan pengawas;
c) Meminta
diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar;
d) Mengemukakan
pendapat atau saran kepada pengurus diluar rapat anggota baik diminta maupun
tidak diminta;
e) Memanfaatkan
koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antar sesama anggota; dan
f) Mendapatkan
keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam anggaran
dasar.
Sedangkan kewajiban anggota
koperasi adalah:
a) Mematuhi
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah disepakati
dalam rapat anggota;
b) Berpartisipasi
dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi;
c) Mengembangkan
dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
Seperti
halnya bentuk-bentuk badan usaha lainnya, menurut Pasal 21, ada 3 perangkat
koperasi, yang terdiri dari:
1) Rapat
Anggota
2) Pengurus
3) Pengawas
Hal-hal
yang biasanya akan ditetapkan dalam rapat anggota adalah sebagai berikut:
a) Anggota
dasar.
b) Kebijaksanaan
umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi.
c) Pemilihan,
pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas.
d) Rencana
kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan
laporan keuangan.
e) Pengesahan
pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya.
f) Pembagian
sisa hasil usaha, dan
g) Penggabungan,
peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.
Selanjutnya
mengenai tugas dan wewenang pengurus koperasi, telah dijelaskan dalam Pasal 30,
yang berbunyi sebagai berikut:
Tugas pengurus:
a) Mengelola
koperasi dan usahanya.
b) Mengajukan
rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja
koperasi.
c) Menyelenggarakan
rapat anggota.
d) Mengajukan
laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
e) Menyelenggarakan
pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib, dan
f) Memelihara
daftar buku anggota dan pengurus.
Sedangkan wewenang pengurus adalah:
a) Mewakili
koperasi di dalam maupun di luar pengadilan.
b) Memutuskan
penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar.
c) Melakukan
tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan
tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota, dan
d) Mengangkat
pengelola koperasi yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha
koperasi.
Tugas
pengawas:
a) Melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi
b) Membuat
laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Wewenang
pengawas:
a) Meneliti
catatan yang ada pada koperasi.
b) Mendapatkan
segala keterangan yang diperlukan.
c) Merahasiakan
hasil pengawasannya kepada pihak ketiga.
2.3.3
Modal,
SHU, dan Pembubaran Koperasi
Menurut
Pasal 41, modal koperasi terdiri atas 2 macam, yaitu modal sendiri dan modal
pinjaman. Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung
resiko atau disebut modal ekuiti. Modal sendiri ini berasal dari: simpanan
pokok; simpanan wajib; dana cadangan; dan hibah.
Sedangkan
modal pinjaman dapat berasal dari: anggota; koperasi lainnya dan/atau anggota;
bank dan lembaga keuangan lainnya; penerbitan obligasi dan surat utang lainnya;
serta sumber lain yang sah.
Usaha
koperasi adalah yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk
meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota. Usaha koperasi diarahkan pada
bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk
menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Pengelolaan usaha koperasi harus
dilakukan secara produktif, efektif dan efisien dalam arti koperasi harus
mempunyai kemampuan mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai
tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota dengan tetap
mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar.
Seperti
halnya dengan badan-badan usaha lain, koperasi dapat dibubarkan berdasarkan
keputusan rapat anggota atau berdasarkan keputusan pemerintah. Bila pembubaran
berdasarkan keputusan pemerintah, akan dilakukan bila terdapat 3 alasan, yaitu
sebagai berikut:
a) Terdapat
bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang;
b) Kegiatan
koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan
c) Kelangsungan
hidup koperasi tidak dapat diharapkan lagi.
Untuk
kepentingan kreditor dan para anggota koperasi, tentunya terhadap pembubaran
koperasi akan dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut
penyelesaian. Dalam melakukan penyelesaian, para penyelesai mempunyai hak,
wewenang, dan kewajiban seperti ditegaskan dalam Pasal 54, yaitu sebagai
berikut:
a) Melakukan
segala perbuatan hukum untuk dan atas nama “koperasi dalam penyelesaian”.
b) Mengumpulkan
segala keterangan yang diperlukan.
c) Memanggil
pengurus, anggota, dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
d) Memperoleh,
memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip koperasi.
e) Menetapkan
dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran
utang lainnya.
f) Menggunakan
sisa kekayaan koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban koperasi.
g) Membagikan
sisa hasil penyelesaian kepada anggota, dan
h) Membuat
berita acara penyelesaian.
Dengan
berakhirnya proses penyelesaian, pemerintah akan mengumumkan pembubaran
koperasi dalam Berita Negara RI. Akhirnya, status badan hukum koperasi menjadi
hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran koperasi tersebut dalam Berita Negara
RI.
2.4 Yayasan (Stichting)
Pasal
1 menegaskan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Sebagai
badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, kegamaan,
dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus,
dan pengawas. Pasal 28 Ayat 1 menegaskan bahwa pembina adalah organ yayasan
yang mempunyai wewenang yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas
oleh undang-undang tentang yayasan atau
anggaran dasar yayasan. Pembina tersebut adalah perseorangan sebagai pendiri
yayasan atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai
mempunyai dedikasi tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Pembina
mempunyai wewenang yang meliputi:
v Keputusan
mengenai perubahan anggaran dasar;
v Pengangkatan
dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas;
v Penetapan
kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan;
v Pengesahan
program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan, dan
v Penetapan
keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
Sedangkan
pengurus adalah perseorangan yang melaksanakan kepengurusan yayasan dan yang
mampu melakukan perbuatan hukum. Pengurus ini biasanya terdiri dari
sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara.
Seperti dalam PT, Pasal 35 Ayat 1 UU Yayasan menegaskan bahwa pengurus suatu
yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan
tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga (Pasal 35 Ayat 3).
Organ
yayasan yang terakhir adalah pengawas yang bertugas melakukan pengawasan serta
memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Apabila
pengawas lalai dalam menjalankan tugasnya dan yayasan menjadi pailit, dan
kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan
tersebut, maka setiap anggota pengawas secara tanggung renteng bertanggung
jawab atas kerugian yang terjadi. Namum apabila dapat membuktikan bahwa
kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaian pengawas, tanggung jawab
renteng atas kerugian tersebut tidak berlaku.
Hal
kekayaan yayasan tentu berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam
bentuk uang atau barang. Selain itu kekayaan yayasan juga dapat diperoleh dari
:
Ø
Sumbangan atau bantuan yang tidak
mengikat;
Ø
Wakaf;
Ø
Hibah;
Ø
Hibah wasiat; dan
Ø
Perolehan lain yang tidak bertentangan
dengan anggaran dasar yayasan dan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sumbangan
atau bantuan yang tidak mengikat adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang
diterima yayasan baik dari negara, masyarakat maupun dari pihak lain yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya
suatu yayasan dapat bubar dengan beberapa alasan seperti diatur dalam Pasal 62,
yaitu karena :
a) Jangka
waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir;
b) Tujuan
yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak
tercapai;
c) Putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :
1)
Yayasan melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan;
2)
Tidak mampu membayar utangnya setelah
dinyatakan pailit; atau
3) Harta
kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit
tersebut.
Apabila
suatu yayasan bubar, maka yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali
untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi oleh likuidator yang
ditunjuk oleh pembina dan bila pembina tidak menunjuk likuidator, maka Pengurus
bertindak selaku likuidator. Apabila bubarnya karena putusan pengadilan maka
pengadilan yang menunjuk likuidator. Likuidator atau kurator wajib mengumumkan
pembubaran yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa
Indonesia.
2.5 Perizinan Dunia Bisnis
2.5.1
Masalah
Pengaturan Bisnis
Masalah
perizinan dalam dunia bisnis, bisa meliputi perizinan di sektor pemerintahan umum,
sektor agraria/pertanahan, sektor perindustrian, sektor usaha/perdagangan,
sektor pariwisata, sektor pekerjaan umum, sektor pertanian, sektor kesehatan,
sektor sosial, dan sektor lainnya.
Pemerintah
telah mengeluarkan peraturan yaitu Inpres No. 5 Tahun 1984 tanggal 11 April
1984 tentang Pedoman penyelenggaraan dan Pengendalian Perizinan di bidang
usaha. Dikeluarkannya pedoman ini dimaksudkan guna menunjang berhasilnya
pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada trilogi pembangunan yaitu
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis, serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Lampiran Inpres No. 5
Tahun 1984 terdiri dari 9 pasal, dan terdapat 7 hal penting yang menjadi tolok
ukur setiap perizinan yang akan dikeluarkan, yaitu:
1) Perlunya
dikurangi jumlah perizinan yang harus dimiliki pengusaha, sehingga yang
benar-benar diperlukan saja diberikan izin.
2) Perlunya
disederhanakan persyaratan administratif dengan mengurangi jumlah dan
menghindari pengurangan persyaratan yang sealur dalam rangkaian perizinan yang
bersangkutan.
3) Perlunya
diberikan jangka waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memberi jaminan bagi
kepastian dan kelangsungan usaha.
4) Perlunya
dikurangi bila perlu meringankan dan menghilangkan sama sekali biaya pengurusan
perizinan
5) Perlunya
disederhanakan tata cara pelaporan, sehingga satu laporan dapat dipergunakan
untuk memenuhi berbagai departemen/instansi pemerintah, baik di pusat maupun di
daerah.
6) Perlunya
dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan di bidang usaha, dan
ditekankan agar penerima izin dapat diwajibkan untuk memberikan laporan paling
banyak satu kali setiap satu semester.
7) Perlunya
dilakukan penerbitan terhadap pelaksanaan perizinan yang menyangkut personel
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepegawaian, termasuk tuntutan ganti
rugi, disiplin pegawai negeri dan tuntutan pidana.
Dalam
masalah perizinan dunia bisnis, secara umum dapat dikatakan ada 4 masalah yang
terkait, yaitu sebagai berikut :
1) Adanya
bentuk dan jenis izin yang diselenggarakan umumnya secara bertahap, yang
diawali letter of intent untuk
mendapatkan izin prinsip yang kemudian dikenal dengan adanya izin sementara,
izin tetap dan izin perluasan.
2) Adanya
badan hukum yang dipersyaratkan dalam perizinan sehingga terdapat berbagai
kemungkinan badan hukum berdasarkan ketentuan hukum yang berbeda seperti, KUHD,
UUPMA, UUPMDN, dan sebagainya.
3) Adanya
bidang kegiatan industri yang dalam pemberian izinnya dibedakan antara bidang
yang dikelola oleh departemen-departemen seperti perindustrian, pertanian,
pertambangan dan energi, serta departemen-departemen lainnya.
4) Dibidang
perdagangan pada dasarnya izin diterbitkan oleh departemen-departemen
perdagangan, namun dipersyaratkan pula untuk mendapat rekomendasi dari
departemen terkait, sehingga jalurnya menjadi lebih panjang.
Berkaitan
dengan masalah perizinan diatas, maka untuk memperoleh izin itu sendiri,
biasanya diperlukan persyaratan yang selalu mengacu pada 5 hal seperti:
ü Syarat
untuk mendapat izin;
ü Bobot
kegiatan usaha yang dikaitkan dengan izin yang diberikan;
ü Berbagai
persyaratan penopangnya yang terkait dengan dampak pemberian izin bersangkutan;
ü Berbagai
hak dan manfaat yang dapat digunakan oleh penerima izin; dan
ü Penerima
izin diharuskan untuk memenuhi kewajiban, sesuai dengan pengarahan pemerintah,
misalnya utuk peningkatan ekspor, penyediaan lapangan kerja, koperasi,
pencegahan pencemaran, dan sebagainya.
Menurut
Keppres No. 53 Tahun 1998, disebutkan adanya beberapa kegiatan usaha yang tidak
dikenakan ketentuan wajib daftar perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1) Usaha
atau kegiatan yang bergerak di luar bidang perekonomian dan sifat serta
tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan dan/atau laba.
2) Bidang-bidang
usaha seperti:
Ø Pendidikan
formal dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapa pun;
Ø Pendidikan
nonformal yang dibina oleh pemerintah dan diselenggarakan bersama oleh
masyarakat serta dalam bentuk badan usaha;
Ø Notaris;
Ø Penasihat
hukum;
Ø Praktek
perorangan dokter dan praktek berkelompok dokter;
Ø Rumah
sakit;
Ø Klinik
pengobatan
2.5.2
Surat
Izin Usaha Perdagangan
Surat
Izin Usaha Perdagangan adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan
perdagangan. Dasar hukum untuk mendapatkan SIUP adalah UU No. 3 Tahun 1982
tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan bahwa suatu perusahaan wajib
didaftarkan dalam jangka waktu 3 bulan setelah perusahaan mulai menjalankan
usahanya.
Untuk
menjalankan ketentuan tersebut, khususnya mengenai izin, telah dikeluarkan
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor : 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984
tentang Surat Izin Usaha Perdagangan. Dalam Keputusan Menteri tersebut
disebutkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan
diwajibkan memiliki SIUP, untuk memperoleh SIUP ini, perusahaan terlebih dahulu
wajib mengajukan Surat Permohonan Izin (SPI) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma
pada kantor Wilayah Departemen Perdagangan atau Kantor Perdagangan setempat.
Ketentuan
perusahaan yang harus memiliki SIUP dibedakan atas 3 kelompok, yaitu:
·
Perusahaan kecil, yaitu perusahaan yang
mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) dibawah Rp 25.000.000;
·
Perusahaan menengah, yaitu perusahaan
yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) Rp 25.000.000 sampai dengan Rp
100.000.000.
·
Perusahaan besar, yaitu perusahaan yang
mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) di atas Rp 100.000.000.
SIUP
perusahaan kecil dan menengah mempunyai masa berlaku yang tidak terbatas selama
perusahaan yang memilikinya masih menjalankan kegiatan usahanya. Sedangkan SIUP
perusahaan besar mempunyai masa berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang.
Sekalipun
SIUP merupakan persyaratan pokok, ada perusahaan-perusahaan yang dibebaskan
dari kewajiban untuk memiliki SIUP, yang terdiri dari :
ü Cabang/perwakilan
perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan perdagangan mempergunakan SIUP
kantor pusat perusahaan.
ü Perusahaan
yang telah mendapat izin usaha dari departemen teknis berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan tidak melakukan kegiatan perdagangan.
ü Perusahaan
produksi yang didirikan dalam rangka UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri.
ü Perusahaan
jawatan (Perjan) dan Perusahaan Umum (Perum); dan
ü Perusahaan
kecil perorangan.
Yang
dimaksud dengan perusahaan kecil perorangan adalah perusahaan yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a) Tidak
merupakan badan hukum atau persekutuan;
b) Diurus,
dijalankan atau dikelola oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota
keluarganya yang terdekat;
c) Keuntungan
perusahaan benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah hidup
sehari-hari pemiliknya; dan
d) Setiap
usaha dagang berkeliling, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.
Perusahaan
yang memiliki SIUP mempunyai 3 kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai
berikut:
1) Wajib
lapor apabila tidak melakukan lagi kegiatan perdagangan atau menutup perusahaan
disertai dengan pengembalian SIUP, mengenai pembukuan cabang/perwakilan
perusahaan, atau mengenai penghentian kegiatan atau penutupan cabang/perwakilan
perusahaan.
2) Wajib
memberikan data/informasi mengenai kegiatan usahanya apabila diperlukan oleh
menteri atau pejabat yang berwenang, dan
3) Wajib
membayar uang jaminan dan biaya administrasi perusahaan sesuai ketentuan yang
berlaku.
2.5.3
Perizinan
Lembaga Pembiayaan
Ketentuan
yang mengatur mengenai tata cara pendirian dan perizinan mengenai lembaga
pembiayaan ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988. Untuk memperoleh izin usaha dari lembaga pembiayaan di atas,
terlebih dahulu harus meminta izin dengan suatu permohonan kepada Menteri
Keuangan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut :
Ø Akta
pendirian perusahaan pembiayaan yang telah disyahkan menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Ø Bukti
pelunasan modal disetor untuk perseroan terbatas atau simpanan pokok dan
simpanan wajib untuk koperasi, pada salah satu bank di Indonesia.
Ø Contoh
perjanjian pembiayaan yang akan digunakan.
Ø Daftar
susunan pengurus perusahaan pembiayaan.
Ø Nomor
Pokok Wajib Pajak perusahaan.
Ø Neraca
pembukuan perusahaan pembiayaan.
Ø Perjanjian
usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan
pembiayaan patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesiasisasi dalam
pemilikan saham.
Pemberian
izin usaha ini diberikan selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak permohonan
diterima secara lengkap dan izin usaha akan berlaku selama perusahaan masih
menjalankan usahanya.
2.5.4
Perizinan
di Bidang Industri
Perizinan di bidang
industri telah di atur secara khusus dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun
1987 tentang Izin Usaha Industri, di mana pada penjelasannya disebutkan bahwa
dalam rangka pencapaian pertumbuhan industri, aspek perizinan akan ikut
memainkan peranan yang amat penting. Dengan menyadari akan peranannya, aspek
perizinan harus mampu memberikan motivasi yang dapat mendorong dan menarik
minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor industri.
Industri yang dimaksud
menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Perizinan memang
merupakan salah satu alat kebijaksanaan yang apabila dipergunakan secara
efisien akan merupakan alat yang efektif untuk menggerakkan perkembangan dunia
usaha di bidang yang benar-benar mendukung pembangunan. Karenanya sistem
perizinan dapat dimanfaatkan antara lain untuk menghindari pemborosan atau
penyalahgunaan dana.
Ada 2 macam izin usaha
industri, yaitu sebagai berikut:
v Izin
Tetap, yaitu izin usaha industri yang diberikan secara definitif kepada
perusahaan industri yang telah berproduksi secara komersial. Izin tetap ini
berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri yang bersangkutan berproduksi.
v Izin
Perluasan, yaitu izin usaha industri yang diberikan kepada perusahaan industri
yang melakukan penambahan kapasitas dari/atau jenis produk atau komoditi yang
telah diizinkan.
Perusahaan
yang telah memperoleh izin usaha industri, dibebani 3 kewajiban, yaitu sebagai
berikut:
a)
Melaksanakan upaya keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam serta pecegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran
terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukan.
b)
Melaksanakan upaya yang menyangkut
keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk
pengangkutannya, dan keselamatan kerja.
c)
Melaksanakan upaya hubungan dan kerja
sama antar para pengusaha nasional untuk mewujudkan keterkaitan yang saling
menguntungkan.
Izin
usaha industri ini pun dapat dicabut apabila perusahaan melakukan hal-hal
seperti:
1)
Melakukan perluasan, tanpa memiliki izin
perluasan;
2)
Tidak menyampaikan informasi atau
informasi tersebut tidak mengandung kebenaran;
3)
Melakukan pemindahtanganan hak dan
pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan dari Menteri Perindustrian
atau menteri lainnya yang mempunyai kewenangan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri;
4)
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam
perizinan.
Perlu
dikemukakan bahwa menurut Keppres No. 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan
Pemberian Izin Usaha Industri, kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
termasuk pemberian izin usaha industri atas kelompok industri, jenis industri,
dan komoditi industri, adalah sesuai dengan kewenangan masing-masing sektor,
yaitu sektor pertanian, pertambangan dan energi, perindustrian, dan kesehatan.
Lingkup
kewenangan menteri dalam masing-masing sektor sesuai dengan ketentuan dalam PP
No. 17 Tahun 1986, yaitu sebagai berikut:
a)
Kewenangan Menteri Pertambangan dan
Energi:
1) Penyulingan
minyak bumi;
2) Pencairan
gas alam;
3) Pengolahan
bahan galian bukan logam tertentu;
4) Pengolahan
bijih timah menjadi ingot timah;
5) Pengolahan
bauksit menjadi alumina;
6) Pengolahan
bijih logam mulia menjadi logam mulia;
7) Pengolahan
bijih tembaga menjadi ingot tembaga;
8) Pengolahan
bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam;
9) Pengolahan
biji nekel menjadi ingot nekel;
b)
Kewenangan Menteri Pertanian:
1) Gula
pasir dari tebu;
2) Ekstraksi
kelapa sawit;
3) Penggilingan
padi dan penyosohan beras;
4) Pengolahan
ikan di laut;
5) Teh
hitam dan teh hijau;
6) Vaksin,
serta dan bahan-bahan diagnostika biologis untuk hewan.
c)
Kewenangan Menteri Kesehatan:
Industri
bahan obat dan obat jadi termasuk obat asli Indonesia.
d)
Kewenangan Menteri Perindustrian:
Industri
lainnya termasuk industri kecil, kecuali yang tersebut dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c.
2.5.5 Perizinan Menurut Undang-Undang
Gangguan (UUG)
Salah
satu izin yang sering menjadi problema dunia usaha adalah mengenai izin
undang-undang gangguan yang diatur dalam Statsblaad
tahun 1926 Nomor 226. Izin UUG sebetulnya bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada warga/penghuni di sekitar lokasi suatu usaha.
Masih
banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya izin UUG ini. Bahwa pemikiran
usaha yang dijalankan berskala kecil, tidak diperlukan adanya izin, adalah
tidak benar. Izin UUG ini sangat diperlukan untuk kelangsungan usaha secara
aman.
Jenis-jenis
usaha yang diberikan izin UUG oleh walikota, terdiri atas 54 jenis usaha atau
dapat di bagi atas 3 kelompok besar, yaitu:
A. Kelompok usaha dagang, bengkel,
warung, yang terdiri dari:
1) Dagang
oli eceran;
2) Dagang
eceran minyak tanah, gas elpiji;
3) Tempat
penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan jenis IV dan kendaraan roda empat
maksimal 10 buah;
4) Bengkel
las;
5) Dagang
bahan kimia dan tempat penyimpanannya;
6) Dagang
karbit dan tempat penyimpanannya;
7) Bengkel
sepeda, sepeda motor;
8) Warung
nasi, mi bakso, sate dan sejenisnya;
9) Perbaikan/servis
aki dan setrum aki, dinamo, termasuk menggulung dinamo;
10) Tempat
pemotongan/penampungan unggas/ayam;
11) Penjualan
dan tempat penampungan kertas, besi, kayu, plastik dan barang bekas lainnya;
12) Usaha
rumah tangga dalam bidang perdagangan kebutuhan sehari-hari;
13) Peternakan
unggas, sapi perah/kerbau dan sejenisnya;
14) Tempat
penimbunan tulang;
15) Pengepakan
barang-barang, perusahan ekspedisi, sortasi dan sejenisnya.
B. Kelompok Industri Rumah Tangga,
terdiri dari:
1) Membuat
tahu, tempe, dan lainnya;
2) Bengkel
bubut dengan jumlah karyawan tidak lebih dari lima orang;
3) Percetakan
pres tangan dengan jumlah mesin tidak lebih dari tiga buah;
4) Membuat
air aki dan tempat penyimpanannya;
5) Membuat
cat, minyak cat, tenner, plinkut dan tempat penyimpanannya;
6) Penggilingan
bakso/daging, mi;
7) Membuat
barang dari bahan kulit;
8) Membuat
kecap/taoge dan taoco;
9) Pengecoran
timah, aluminium dan sejenisnya;
10) Membuat
1bataco, ubin, teraso, loster, dan sejenisnya yang dikerjakan dengan tangan
manusia;
11) Membuat
krupuk;
12) Pengalengan
cat, oli, alkohol, dan sejenisnya;
13) Membuat
jok motor, mobil, dan sejenisnya;
14) Pengeringan,
penyamakan, dan penyimpanan kulit;
15) Kue-kue
makanan kecil dan sejenisnya;
16) Obat
nyamuk;
17) Karet
busa;
18) Lem
sepatu dan karet;
19) Membuat
transformator;
20) Membuat
kompor dengan tenaga manual;
21) Tepung
bahan-bahan kue/roti;
22) Membuat
essence;
23) Alat-alat
sembahyang antara lain dupa/hio, lilin dan tikar;
24) Peti
mati;
25) Membuat
sabun colek;
26) Kantong
plastik;
27) Membuat
pupuk kompos.
C. Jenis usaha lain terdri dari:
1) Penjahit
pakaian jadi;
2) Pemangkas
rambut;
3) Salon
kecantikan;
4) Bahan
bangunan;
5) Tempat
penampungan jenazah;
6) Bengkel
mobil dengan luas lokasi maksimal 200 m2;
7) Terasi;
8) Membuat
balon;
9) Tempat
pengeringan ikan;
10) Tempat
pencucian mobil;
11) Bengkel
knalpot; dan
12) Usaha
olahan udang.
Untuk
mendapat izin UUG, pemohon berkewajiban mengisi formulir yang telah disediakan
dengan dilampiri beberapa jenis dokumen, seperti: gambar ruangan; surat bukti
pemilikan tanah dan bangunan atau persetujuan pemilik; Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB); akta badan hukum (bila diperlukan);
tanda bukti WNI dan ganti nama (bila diperlukan); rekomendasi analisis dampak
lingkungan (Amdal) bila perlu; surat persetujuan tetangga; akta jual beli
perusahaan/penyerahan/hibah/warisan (bila diperlukan); Nomor Pokok Wajib Pajak;
Pengantar dari lurah setempat yang diketahui camat.
Setelah
berkas permohonan lengkap diisi dan dilampiri dengan dokumen yang diperlukan,
berkas diajukan kepada Kepala Bagian Ketertiban Pemda Jakarta. Izin UUG dapat
diberikan selambat-lambatnya 35 hari permohonan diajukan. Menurut ketentuan
bahwa izin UUG harus didaftarkan ulang setiap 5 tahun sekali.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bisnis
adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh orang atau badan untuk mengadakan
barang atau jasa maupun fasilitas untuk diperjualbelikan dengan tujuan
memperoleh keuntungan. Kegiatan bisnis yang terjadi di masyarakat sangat luas
sekali yang bisa meliputi bidang-bidang seperti: pertanian, perhotelan,
perikanan pariwisata, kesehatan, dll.
Untuk
mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan pengesahan dari pemerintah,
misalnya dalam hal mendirikan PT, mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian
dan anggaran dasarnya oleh pemerintah. Sedangkan dalam hal mendirikan
perkumpulan koperasi, mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian koperasi dari
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.
Koperasi
mempunyai arti bekerja sama. Adanya kerja sama dimaksudkan untuk mencapai suatu
tujuan yang semula sukar dicapai oleh orang perseorangan, tetapi akan mudah
dicapai bila dilakukan kerja sama antara beberapa orang. Menurut undang-undang,
bentuk koperasi ada 2 macam, yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Yang
dimaksud dengan koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan orang-seorang. Sedangkan yang dimaksud koperasi sekunder adalah
koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.
Masalah
perizinan dan pemberian kemudahan dalam berusaha harus mampu menciptakan iklim
usaha yang bergairah. Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang
dilakukan terhadap dunia usaha merupakan salah satu cara, maka salah satu langkah
yang cukup menunjang adalah dengan diberlakukannya Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) seperti yang diingatkan dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan. Izin UUG sangat diperlukan bagi pelaku usaha, sebab tidak jarang
terjadi suatu tempat usaha ditutup oleh pemerintah hanya karena usaha tersebut
diprotes oleh warga masyarakat sekitarnya.
Daftar Pustaka
Burton
S., Richard.2003.Aspek Hukum Dalam Bisnis.Jakarta:
Rineka Cipta.
Lampiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar