Sabtu, 27 September 2014

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan : Pancasila dalam Konteks Perjuangan Bangsa Indonesia "Zaman Sriwijaya"



Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Berkat limpahan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas membuat makalah Pendidikan Kewarganegaraan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Retno Catur K.D, SH., MH selaku dosen pengampu, yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan agar para pembaca dapat memahami tentang konsep dari “Pancasila dalam Konteks Perjuangan Bangsa Indonesia”. Dalam penyusunan tugas makalah ini penulis telah menghadapi berbagai hambatan, baik itu yang datang dari diri penulis sendiri, maupun dari luar. Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.
 Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharap kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang mendukung, agar penulis bisa memperbaiki adanya kesalahan.








Jombang, 25 September 2014


                                                                                                           Penulis

Daftar Isi
Halaman Judul .......................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2  Rumusan masalah .................................................................................................. 2
1.3  Tujuan penulisan .................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Teori Asal Mula Pancasila ..................................................................................... 3
       2.1.1 Asal Mula Pancasila Secara Budaya............................................................. 5
       2.1.2 Asal Mula Pancasila Secara Formal.............................................................. 5
2.2 Berdirinya Sriwijaya .............................................................................................. 7
                   2.2.1 Silsilah ......................................................................................................... 8
                   2.2.2 Periode Pemerintahan .................................................................................. 9
                   2.2.3 Wilayah Kekuasaan ..................................................................................... 9
       2.2.4 Struktur Pemerintahan................................................................................ 10
       2.2.5 Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Budaya.................................................. 10
       2.3 Pancasila Pada Zaman Sriwijaya................................................................... 11
BAB III : PENUTUP                                                                                                                  
3.1 Simpulan .............................................................................................................. 14
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 15



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pancasila Sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Namun walaupun pancasila saat ini telah dihayati sebagai filsafat hidup bangsa dan dasar negara, yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa, sikap mental, budaya dan karakteristik bangsa, saat ini asal usul dan kapan di keluarkan/disampaikannnya Pancasila masih dijadikan kajian yang menimbulkan banyak sekali penafsiran dan konflik yang belum selesai hingga saat ini.
Namun dibalik itu semua ternyata pancasila memang mempunyai sejarah yang panjang tentang perumusan-perumusan terbentuknya pancasila, dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Nilai – nilai pancasila itu telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya karajaan-kerajaan pada abad ke-IV
Pada abad VII, muncullah di Sumatera (Palembang) sebuah Kerajaan bernama Sriwijaya sebagai Kerajaan nasional pertama di Indonesia di bawah dinasti Syailendra dengan rajanya yang terkenal Balaputra. Sebagai Negara maritim, Sriwijaya mempersatukan seluruh nusantara sampai abad XII.
Menjelang abad XII situasi dan kondisi Sriwijaya semakin memburuk disebabkan adanya perpecahan melalui perang saudara diantara keluarga dinasti Syailendra. Dengan surutnya Kerajaan Sriwijaya, munculah kerajaan kecil dimana-mana.
Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam sesuatu negara telah tercemin pada kerajaan sriwijaya yang berbunyi yaitu ”marvuat vanua criwijaya siddhayara subhika”{suatu cita-cita negara yang adil dan makmur}.




1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pancasila sebagai dasar Negara dalam masa perjuangan (Zaman Sriwijaya)?
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Menguraikan Pancasila sebagai dasar Negara dalam masa perjuangan (Zaman Sriwijaya).


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI ASAL MULA PANCASILA
AT. Soegito (1999: 29-33) menjelaskan bahwa Notonagoro ketika membahas asal mula Pancasila dasar  filsafat Negara mengatakan bahwa pembicaraan mengenai asal mula Pancasila memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap kedudukan Pancasila sebagai dasar filsafat atau dasar kerohanian negara.
Segala sesuatu ciptaan atau makhluk yang berada di dalam waktu, pasti memiliki proses penjadian, artinya dulunya tidak ada lalu menjadi ada, sehingga dapat dikatakan mempunyai permulaan. Proses menjadinya ada itu disebabkan oleh sesuatu yang lain yang dinamakan asal mula. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara pernah tidak ada, maka mempunyai hal lalin yang mengadakan, asal mula atau sebab pula. Pancasila itu terdapat dalam hukum dasar Negara yang tertinggi, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan naskah penjelasan dari proklamasi kemerdekaan.
Menjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara tentu saja bersamaan dengan waktu ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, sekalipun asal mulanya lebih tua. Kedua-duanya sama-sama mempunyai sejarah. Untuk pertama kalinya Pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal dengan Jakarta-Charter (Piagam Jakarta), akan tetapi Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia Merdeka yang akan didirikan, yaitu pada tanggal 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Diperuntukkan kepada Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, maka kita mendapatkan asal mula- asal mula sebagai berikut : asal mula langsung dan asal mula tidak langsung. Pembagian asal mula langsung dan tidak langsung didasarkan atas hubungannya dengan proses menjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara. Asal mula langsung meliputi pembahasan-pembahasan menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan yang menunjukkan aspek langsung menjadinya pancasila sebagai dasar negara. Sedangkan asal mula tidak langsung lebih menunjuk pada aspek bahan dalam dimensi historis masa lampau khususnya yakni sebelum kemerdekaan, tidak dihubungkan secara langsung dengan proses pembahasannya di sekitar proklamasi.
Asal mula langsung dari Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan :
  • Causa materialis (asal mula bahan)
Ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya sehingga pada hakikatnya nilai-nilai yang menjadi unsure-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat kebudayaan dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Dengan demikian asal mula bahan atau causa materialis dari Pancasila adalah pada bangsa Indonesia sendiri yang berupa kepribadian dan pandangan hidup. Tetapi perlu mendapatkan catatan bahwa nilai-nilai yang terdapat pada kelima sila Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap tidak ideal tidak diakomodasikan.
  • Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun)
Yang dimaksudkan adalah bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu pendukung asal mula bentuk dari pancasila adalah Soekarno dan Hatta ditambah dengan anggota BPUPKI selain sebagai Pembentuk Negara mengatasnamakan wakil bangsa Indonesia, juga  telah merumuskan dan membahas Pancasila yang berkaitan bentuk rumusan dan nama Pancasila.
  • Causa efisien (asal mula karya)
Ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam siding-sidangnya.
  • Causa finalis (asal mula tujuan)
Adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausa finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan. Asal mula sambungan penghubung antara asal mula bentuk(causa formalis) yakni Panitia Sembilan, termasuk Soekarno- Hatta, anggota-anggota BPUPKI, anggota-anggota PPKI, yang merumuskan rancangan Pembukaan UUD 1945 dan yang menerima dengan pearubahan rancangan tersebut (A.T. Soegito, 1999, 25; Kaelan, 1999: 53-55)

2.1.1 Asal mula Pancasila secara budaya
Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasilanya menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan meareka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama  manusia.
  3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita.
  5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil terhadap sesama.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.
2.1.2 Asal mula Pancasila secara formal
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi : 1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah; 4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah; 5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu 1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang bermacam-macam; 3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan, negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila; 7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo, 1978: 40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga kelompok (Bakry, 1998: 20) :
  1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam Djakarta.
  2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3.      Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
2.2 Berdirinya Sriwijaya
Sebagai pusat kerajaan, kondisi Palembang ketika itu bersifat mendesa (rural), tidak seperti pusat-pusat kerajaan lain yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara daratan, seperti di Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Bahan utama yang dipakai untuk membuat bangunan di pusat kota Sriwijaya adalah kayu atau bambu yang mudah didapatkan di sekitarnya. Oleh karena bahan itu mudah rusak termakan zaman, maka tidak ada sisa bangunan yang dapat ditemukan lagi. Kalaupun ada, sisa pemukiman dengan konstruksi kayu tersebut hanya dapat ditemukan di daerah rawa atau tepian sungai yang terendam air, bukan di pusat kota, seperti di situs Ujung Plancu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Memang ada bangunan yang dibuat dari bahan bata atau batu, tapi hanya bangunan sakral (keagamaan), seperti yang ditemukan di Palembang, di situs Gedingsuro, Candi Angsoka, dan Bukit Siguntang, yang terbuat dari bata. Sayang sekali, sisa bangunan yang ditemukan tersebut hanya bagian pondasinya saja.
Seiring perkembangan, semakin banyak ditemukan data sejarah berkenaan dengan Sriwijaya. Selain prasasti Kota Kapur, juga ditemukan prasasti Karang Berahi (ditemukan tahun 1904 M), Telaga Batu (ditemukan tahun 1918 M), Kedukan Bukit (ditemukan tahun 1920 M) Talang Tuo (ditemukan tahun 1920 M) dan Boom Baru. Di antara prasasti di atas, prasasti Kota Kapur merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minanga dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Perjalanan ini berakhir di mukha-p. Di tempat tersebut, Dapunta Hyang kemudian mendirikan wanua (perkampungan) yang diberi nama Sriwijaya.
Dalam prasasti Talang Tuo yang bertarikh 684 M, disebutkan mengenai pembangunan taman oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa untuk semua makhluk, yang diberi nama Sriksetra. Dalam taman tersebut, terdapat pohon-pohon yang buahnya dapat dimakan.
Data tersebut semakin lengkap dengan adanya berita Cina dan Arab. Sumber Cina yang paling sering dikutip adalah catatan I-tsing.
Ia merupakan seorang peziarah Budha dari China yang telah mengunjungi Sriwijaya beberapa kali dan sempat bermukim beberapa lama. Kunjungan I-sting pertama adalah tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa, saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu, baru ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, I-tsing kembali ke Sriwijaya pada tahun 685 dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir adalah tahun 988 M.
Dalam sumber lain, yaitu catatan Arab, Sriwijaya disebut Sribuza. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Dari catatan asing tersebut, bisa diketahui bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan besar pada masanya, dengan wilayah dan relasi dagang yang luas sampai ke Madagaskar. Sejumlah bukti lain berupa arca, stupika, maupun prasasti lainnya semakin menegaskan bahwa, pada masanya Sriwijaya adalah kerajaan yang mempunyai komunikasi yang baik dengan para saudagar dan pendeta di Cina, India dan Arab. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh sebuah kerajaan yang besar, berpengaruh, dan diperhitungkan di kawasannya.
Pada abad ke-11 M, Sriwijaya mulai mengalami kemunduran. Pada tahun 1006 M, Sriwijaya diserang oleh Dharmawangsa dari Jawa Timur. Serangan ini berhasil dipukul mundur, bahkan Sriwijaya mampu melakukan serangan balasan dan berhasil menghancurkan kerajaan Dharmawangsa. Pada tahun 1025 M, Sriwijaya mendapat serangan yang melumpuhkan dari kerajaan Cola, India. Walaupun demikian, serangan tersebut belum mampu melenyapkan Sriwijaya dari muka bumi. Hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya masih tetap berdiri, walaupun kekuatan dan pengaruhnya sudah sangat jauh berkurang.
2.2.1 Silsilah
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah dengan melakukan perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini juga dilakukan oleh penguasa Sriwijaya. Dapunta Hyang yang berkuasa sejak 664 M, melakukan pernikahan dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara, Linggawarman. Perkawinan ini melahirkan seorang putra yang menjadi raja Sriwijaya berikutnya: Dharma Setu. Dharma Setu kemudian memiliki putri yang bernama Dewi Tara. Putri ini kemudian ia nikahkan dengan Samaratungga, raja Kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Syailendra. Dari pernikahan Dewi Setu dengan Samaratungga, kemudian lahir Bala Putra Dewa yang menjadi raja di Sriwijaya dari 833 hingga 856 M.
 Berikut ini daftar silsilah para raja Sriwijaya:
Dapunta Hyang Sri Jayanasa (Prasasti Kedukan Bukit 683, Talang Tuo, 684).
    1)      Cri Indrawarman (berita Cina, tahun 724).
    2)      Rudrawikrama (berita Cina, tahun 728, 742).
    3)      Wishnu (prasasti Ligor, 775).
    4)      Maharaja (berita Arab, tahun 851).
    5)      Balaputradewa (prasasti Nalanda, 860).
    6)      Cri Udayadityawarman (berita Cina, tahun 960).
    7)      Cri Udayaditya (berita Cina, tahun 962).
    8)      Cri Cudamaniwarmadewa (berita Cina, tahun 1003, prasasti Leiden, 1044).
    9)      Maraviyayatunggawarman (prasasti Leiden, 1044).
  10)  Cri Sanggaramawijayatunggawarman (prasasti Chola, 1044).
2.2.2 Periode Pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya berkuasa dari abad ke-7 hingga awal abad ke-13 M, dan mencapai zaman keemasan di era pemerintahan Balaputra Dewa (833-856 M). Kemunduran kerajaan ini berkaitan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam di Sumatera, dan munculnya kekuatan Singosari dan Majapahit di Pulau Jawa.
2.2.3 Wilayah Kekuasaan
Dalam sejarahnya, kerajaan Sriwijaya menguasai bagian barat Nusantara. Salah satu faktor yang menyebabkan Sriwijaya bisa menguasai seluruh bagian barat Nusantara adalah runtuhnya kerajaan Fu-nan di Indocina. Sebelumnya, Fu-nan adalah satu-satunya pemegang kendali di wilayah perairan Selat Malaka. Faktor lainnya adalah kekuatan armada laut Sriwijaya yang mampu menguasai jalur lalu lintas perdagangan antara India dan Cina. Dengan kekuatan armada yang besar, Sriwijaya kemudian melakukan ekspansi wilayah hingga ke pulau Jawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa, kekuasaan Sriwijaya sampai ke Brunei di pulau Borneo.
Dari prasasti Kota Kapur yang ditemukan JK Van der Meulen di Pulau Bangka pada bulan Desember 1892 M, diperoleh petunjuk mengenai Kerajaan Sriwijaya yang sedang berusaha menaklukkan Bumi Jawa. Meskipun tidak dijelaskan wilayah mana yang dimaksud dengan Bhumi Jawa dalam prasasti itu, beberapa arkeolog meyakini, yang dimaksud Bhumi Jawa itu adalah Kerajaan Tarumanegara di Pantai Utara Jawa Barat. Selain dari isi prasasti, wilayah kekuasaan Sriwijaya juga bisa diketahui dari persebaran lokasi prasasti-prasasti peninggalan Sriwjaya tersebut. Di daerah Lampung ditemukan prasasti Palas Pasemah, di Jambi ada Karang Berahi, di Bangka ada Kota kapur, di Riau ada Muara Takus. Semua ini menunjukkan bahwa, daerah-daerah tersebut pernah dikuasai Sriwijaya. Sumber lain ada yang mengatakan bahwa, kekuasaan Sriwijaya sebenarnya mencapai Philipina. Ini merupakan bukti bahwa, Sriwijaya pernah menguasai sebagian besar wilayah Nusantara.
2.2.4 Struktur Pemerintahan
 Kekuasaan tertinggi di Kerajaan Sriwijaya dipegang oleh raja. Untuk menjadi raja, ada tiga persyaratan yaitu:
a.       Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.
b.      Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan pada rakyatnya.
c.       Ekachattra. Eka berarti satu dan chattra berarti payung. Kata ini bermakna mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.
Penyamaan raja dengan Dewa Indra menunjukkan raja di Sriwijaya memiliki kekuasaan yang bersifat transenden.
Belum diketahui secara jelas bagaimana struktur pemerintahan di bawah raja. Salah satu pembantunya yang disebut secara jelas hanya senapati yang bertugas sebagai panglima perang.
2.2.5 Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya
Sebagai kerajaan besar yang menganut agama Budha, di Sriwijaya telah berkembang iklim yang kondusif untuk mengembangkan agama Budha tersebut. Dalam catatan perjalanan I-tsing disebutkan bahwa, pada saat itu, di Sriwijaya terdapat seribu pendeta. Dalam perjalanan pertamanya, I-tsing sempat bermukim selama enam bulan di Sriwijaya untuk mendalami bahasa Sansekerta. I-tsing juga menganjurkan, jika seorang pendeta Cina ingin belajar ke India, sebaiknya belajar dulu setahun atau dua tahun di Fo-shih (Palembang), baru kemudian belajar di India. Sepulangnya dari Nalanda, I-tsing menetap di Sriwijaya selama tujuh tahun (688-695 M) dan menghasilkan dua karya besar yaitu Ta T‘ang si-yu-ku-fa-kao-seng-chuan dan Nan-hai-chi-kuei-nei-fa-chuan (A Record of the Budhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago) yang selesai ditulis pada tahun 692 M. Ini menunjukkan bahwa, Sriwijaya merupakan salah satu pusat agama Budha yang penting pada saat itu.
Sampai awal abad ke-11 M, Kerajaan Sriwijaya masih merupakan pusat studi agama Buddha Mahayana. Dalam relasinya dengan India, raja-raja Sriwijaya membangun bangunan suci agama Budha di India. Fakta ini tercantum dalam dua buah prasasti, yaitu prasasti Raja Dewapaladewa dari Nalanda, yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 M; dan prasasti Raja Rajaraja I yang berangka tahun 1044 M dan 1046 M.
Prasasti pertama menyebutkan tentang Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sriwijaya) yang membangun sebuah biara; sementara prasasti kedua menyebutkan tentang Raja Kataha dan Sriwijaya, Marawijayayottunggawarman yang memberi hadiah sebuah desa untuk dipersembahkan kepada sang Buddha yang berada dalam biara Cudamaniwarna, Nagipattana, India.
Di bidang perdagangan, Kerajaan Sriwijaya mempunyai hubungan perdagangan yang sangat baik dengan saudagar dari Cina, India, Arab dan Madagaskar. Hal itu bisa dipastikan dari temuan mata uang Cina, mulai dari periode Dinasti Song (960-1279 M) sampai Dinasti Ming (abad 14-17 M). Berkaitan dengan komoditas yang diperdagangkan, berita Arab dari Ibn al-Fakih (902 M), Abu Zayd (916 M) dan Mas‘udi (955 M) menyebutkan beberapa di antaranya, yaitu cengkeh, pala, kapulaga, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah, dan penyu. Barang-barang ini dibeli oleh pedagang asing, atau dibarter dengan porselen, kain katun dan kain sutra.
2.3 Pancasila Pada Zaman Sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa indonesia. Negara kebangsaaan indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu : pertama, zaman sriwijaya di bawah wangsa syailendra (600-1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman majapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara kebangsaan indonesia lama. Kemudian ketiga, kebangsaan modern yaitu negara bangsa indonesia merdeka (sekarang negara proklamasi 17 agustus 1945) (sekretariat negara RI 1995 :11).
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di sumatra yaitu kerajaan sriwijaya, dibawah kekuasaaan bangsa syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti kedukan bukit di kaki bukit siguntang dekat palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M. Dalam bahasa melayu kuno huruf pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalulintas laut disebelah barat dikuasainya seperti selat sunda kemudian selat malaka. Pada zaman itu kerajaan sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup disegani dikawasan asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat mudah untuk memasarkan dagangannya. Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan, kerokhanian yang menjadi pengawas tekhnis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai ketuhanan.
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas agama budha, yang sangat terkenal di negara lain di asia. Banyak musyafir dari negara lain misalnya dari cina belajar terlebih dahulu di universitas tersebut terutama tentang agama budha dan bahasa sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke india. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari india yang mengajar di sriwijaya misalnya dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara adalah tercemin pada kerajaan sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila, telah menjadi asas-asas yang menjiwai kehidupan bangsa Indonesia pada waktu itu. Nilai-nilai Pancasila tersebut dihayati dan dilaksanakan hanya saja belum dilaksanakan secara konkrit.
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, nilai-nilai dasar Pancasila telah hidup dan terpelihara dalam masyarakat seperti berikut:
1.      Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya kerukunan hidup antara umat agama Budha dan Hindu yang hidup secara damai. Selain itu di Kerajaan Sriwijaya juga terdapat pusat pembinaan dan pengembangan agama Budha.
2.      Nilai sila kedua, terwujud dengan terjadinya hubungan antara Sriwijaya dan India (Dinasti Harsha) dalam bentuk pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Contoh tersebut merupakan bukti bahwa pada masa tersebut telah tumbuh niali-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.
3.      Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep Wawasan Nusantara.
4.      Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang, Siam, dan Semenanjung Melayu).
5.      Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayaran dan perdagangan sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.



















BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.








Daftar Pustaka

Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries Lima.